Monday 24 October 2011

Rekreasi Hati...


Menulis...

Kenapa akhirnya aku menyukai menulis, mungkin karena aku suka berimajinasi pada awalnya.Dan walaupun aku tampak terlihat cerewet dan bawel,pada dasarnya aku orang yang sulit mengungkapkan perasaanku sendiri melalui kata kata.Sehingga aku lebih menyukai menuliskannya,karena buatku semua jadi lebih mudah terungkap.Aneh memang,jika seorang yang cerewet ternyata tidak bisa mengungkapkan perasaannya dan apa yang ingin diucapkannya.Tapi begitulah kenyataannya.

Terkadang sulit buatku untuk membuat orang mengerti apa yang aku maksud.Dengan menuliskannya,aku bisa menuangkan apa yang aku rasakan,pikirkan dan semua yang tak bisa aku ucapkan.Sehingga orang mungkin lebih mudah memahami apa yang sulit aku ungkapkan.

Hmm..

Menulis juga menjadi sebuah ajang pengembangan diriku dan sebuah rekreasi bagi diriku ketika aku merasakan kejenuhan dan kehampaan diri.

Dengan menulis ada sesuatu yang aku rasakan lebih dari sekedar merangkai kata dan berimajinasi dengan ide.Bagaimana merasakan sebuah kepuasan diri setelah menuangkan semua yang ada dalam pikiran bahkan perasaan kedalam sebuah bentuk tulisan.

Sebuah kelegaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata,karena itu semua hanya bisa dirasakan.Ada ketenangan yang membuat ritme hidupku lebih teratur.

Walaupun tulisanku bukanlah sebuah tulisan yang baik bahkan mungkin tidak bermutu,tapi ketika aku membaca ulang tulisanku dan ada sebuah senyuman yang terukir di bibirku sendiri,rasanya lebih dari cukup.

Cukup membuatku tenang,membuatku lebih mengerti tentang sesuatu dan merasakan sesuatu yang tak bisa aku rasakan.

Menulis menjadi sebuah sarana yang membuatku merasakan diriku sendiri,dan benar benar menjadi rekreasi diri.

Seperti ketika kita berekreasi menikmati banyak tempat dan pemandangan,seperti hal itu yang terjadi dalam menulis untukku.

Menulis menjadi bagian yang membuat aku terlepas dari segala kepenatan dan kebosanan hidup,karena dengan menulis pikiranku berlari bebas dan tak terfokus dengan satu hal.Dan itu membuatku benar benar merasakan sesuatu.

Ketika pikiranku berkembang bebas dan bisa berimajinasi dengan ide dan hal hal yang ada di sekitarku,aku merasakan kehidupan.

Sebuah kehidupan dalam diriku sendiri.
Kehidupan yang hanya aku bisa rasakan dan pahami dengan caraku sendiri.
Ketika aku mau melakukan apa yang ada dalam pikiranku saat itu dan apa yang aku rasakan saat itu.Ya...saat itu!

Karena aku tak bisa mengulang cerita yang sama untuk waktu yang berbeda,ketika pikiran itu datang saat itulah aku bisa merasakannya.Karena ketika berbeda waktu semua akan menjadi berbeda cerita.Entah mengapa,perasaan dan pikiran yang sama tak datang untuk waktu yang berbeda?

Rasanya menulis menjadi seperti Ziarah Batin.
Ziarah batin buat hati yang kesepian dan hampa,yang terkadang tak bisa merasakan arti hidup dan menerima kekosongan diri.

Ketika diary ku tak lagi sanggup menjadi sahabat setiaku dan lelah menampung semua yang ingin ku ceritakan.Apa yang bisa aku lakukan?

Ketika jari ini tak lagi bisa menuliskan huruf per huruf apa yang ingin kukatakan,apa yang akan terjadi?

Dan ketika pikiran ini tak lagi bisa berimajinasi dengan kata kata,apa yang harus ku perbuat?

Yang jelas Menulis adalah bagian dari rekreasi hatiku...

Parodi Sepeda Onthel...

Parodi sepeda Onthel ...

Kenapa aku bilang parodi,karena memang lucu kejadiaannya.Barusan saja aku melihat berita di sebuah stasiun berita nasional yang menayangkan peristiwa tersebut.

Tersenyum geli aku melihatnya,sesuai dengan narasi reporter yang mengatakan bagaimana bisa seorang tukang kebun dengan santainya mengayuh sepeda onthelnya di depan seorang pemimpin negeri ini yang sedang menjamu tamunya.

Ha ha ha ha...

Aku malah tersenyum geli,karena membayangkan seandainya aku si tukang kebun itu.Rasanya aku pun akan santai saja mengayuh sepeda itu,toh memang saat aku mengayuh sepeda itu tak ada larangan yang tertulis Dilarang Masuk.Biasanya bila ada acara acara besar dan kenegaraan sepertinya prosedur itu yang akan tampak.Jangankan bisa sampai masuk dan mendekati sambil mengayuh,pastinya belum sampai didepan podium saja,sudah ada petugas yang menyetop bapak itu seharusnya.Tapi nyatanya bapak itu bisa terus mengayuh hingga di depan podium berarti memang bukan salah bapak itu.Kalau petugas berkelit sudah melakukan prosedur standar,berarti bapak itu tidak melihat dan mungkin tidak bisa membaca.

Jadi bapak tukang kebun itu juga tidak bisa disalahkan dong.

Kalau aku menjadi bapak tadi juga,pasti akan terus mengayuh sepeda onthelku tanpa perasaan apapun,toh aku hanya seorang tukang kebun.Jadi tak ada yang harus kupikirkan,ketika tugasku sudah selesai berarti aku bisa istirahat pulang.

Kenyataannya memang bisa kan?
Wah,kalau aku jadi bapak tukang kebun itu pasti akan tersenyum sangat manis kalau tahu ternyata aku mengayuh sepeda onthelku didepan seorang pemimpin bangsa.Bukankah sebuah kebanggan tersendiri dan tidak semua orang bisa melakukan seperti bapak tadi.Jangankan untuk mengayuh sepeda,berjalan melewati di depan podium pun kalau bukan undangan yang terhormat,rasanya tidak mudah melakukannya.Tapi nyatanya bapak tadi bisa,hebatkan bapak tadi.

Atau mungkin sepeda onthel bapak tadi merupakan salah satu bagian dari atraksi yang seharusnya mereka tonton,toh nyatanya saat kejadian tersebut sedang dilakukan atraksi pesawat udara?Jadi memang bapak itu juga sedang melakukan atraksi di darat bersama sepeda othelnya,luar biasa...

Sepertinya bapak itu benar benar tulus melakukannya.
Memberikan hiburan yang lucu buat yang menonton beritanya,tapi sekaligus mungkin tidak lucu buat beberapa pihak.

Sebenarnya bukan bapak itu yang harus dipersalahkan,seharusnya pertanyaannya,kenapa bapak itu bisa terus mengayuh sepedanya onthelnya tanpa ada yang mengetahuinya?Apakah bapak tersebut sakti mandraguna hingga tak ada yang sadar dan melihat hingga ia berada di depan podium?Mungkin saja...

Kalau aku pribadi mengangapnya sebuah kejadian lucu,tapi entahlah bagi beberapa pihak.
Sepertinya bapak itu memang benar benar tidak tahu kalau ada acara besar.Tapi yang jelas sepeda onthel itu begitu luar biasa,menjadi pusat perhatian dalam keserdehanaan ditengah sebuah acara yang besar.

Hmmm...

Parodi sepeda onthel bapak tukang kebun...
Walau akhirnya bapak itu mungkin malah bingung,kenapa akhirnya dia harus banyak ditanya,padahal aku sendiri tidak tahu...pikirnya

Friday 21 October 2011

Realita versus "Realita"


Melihat realita hidup terkadang membuatku miris dan berpikir,begitu rumitkah “kehidupan”?.

Melihat begitu kompleknya masalah kehidupan dan romantika yang menyertainya,terkadang membuatku merasa miris.

Apalagi kalau melihat begitu banyak berita yang terekspos oleh media entah televisi dan media cetak.

Begitu banyak hal yang terjadi dan membuat aku harus menarik nafas dalam dan terkadang mengelus dada.

Apakah memang begitukah realita?

Ditengah kondisi pemerintah yang carut marut dan kondisi kebanyakan rakyat yang berbanding terbalik.Memang tidak mudah mengelola sesuatu hal yang besar dan kompleks.
Untuk ruang lingkup yang sangat kecil saja seperti keluarga,butuh sebuah komitmen yang sangat tinggi dari pengelolanya.Karena tanpa komitmen yang baik semua hanyalah akan menjadi sebuah mimpi yang tak pernah nyata.Dan keluarga itu akan menjadi sebuah neraka kehidupan pada akhirnya.

Apalagi sebuah negara,aku tak bisa membayangkannya!

Bila sebuah negara yang notabene ruang lingkupnya sangat luas dan permasalahannya begitu sangat kompleks,dikelola dengan setengah hati.

Apa yang terjadi?

Hmmm....

Sepertinya kalau diperbandingkan dengan rumah tangga, sepertinya rumah tangga yang mungkin berakhir diujung tanduk “kuda”.(emang kuda punya tanduk?)

Sebuah tontonan yang akan menarik untuk dikomentari nantinya.Apabila sebuah negara dikelola tidak dengan hati.Seperti banyak hal yang terlihat dalam kehidupan nyata kita.Ditengah perkotaan yang seharusnya begitu banyak fasilitas yang sudah tersedia,masih saja ada orang orang yang tidak mendapat akses dalam berbagai hal.

Ada sebuah tayangan film dokumenter yang sedang dipelombakan dalam sebuah ajang penerimaan sebuah anugerah yang menceritakan realita tersebut.Dan terlalu naif kalau aku berkata itu sebuah rekayasa, seperti tayangan tayangan lainnya yang hanya berusaha menjual rasa iba.Aku tidak terlalu suka tayangan yang sangat menjual rasa iba dengan “bintang utama” entahlah siapa mereka,tapi sepertinya mereka tidak tulus dan tidak mengerti apa yang dirasakan “obyek” cerita.

Tapi untuk film dokumenter tersebut aku menyukainya.

Karena mudah mudahan ketika kepentingan yang menyertainya dan sponsor yang ada demi sebuah realita yang nyata, tanpa ada tendensi yang mengakhirinya hanya demi sebuah popularitas sesaat.

Sebuah independesi  yang tercipta dari sebuah “komitmen” beberapa orang.Walau tidak banyak, tapi melihatnya rasanya benar benar  tersentuh.

Tidak seperti tayangan yang judulnya “seandainya....”

Walaupun diakhir cerita menyisipkan sedikit tindakan moral  tapi apakah tindakan itu bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang?Terlebih untuk si bintang utama yang sepertinya hanya numpang beken dan “ingin menjadi artis”.Melihat tingkah polah mereka dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak menontonnya lagi hingga saat ini,walau aku penah menontonnya “cukup” pernah saja,tak lebih dari itu.

Kembali ke ajang penghargaan “film dokumenter” tersebut,ada beberapa tayangan yang sempat aku tonton walau tidak semua bisa aku tonton.Tapi cukup membuat aku tersenyum,ternyata masih ada tayangan yang menayangkan sebuah realita yang benar tulus,walaupun si pembuatnya mungkin menginginkan sebuah “kemenangan” pastinya.Tapi itu semua tidak lagi menjadi sebuah hal yang terlalu penting.Ketika orang lain “mengetahui” sesuatu yang “jarang” diketahui,padahal pada kenyataannya hal itulah yang terjadi.Walau mungkin menjadi sebuah ironi kehidupan tapi ketika kita mengetahui sesuatu tentang kehidupan,rasanya ada sebuah “idealisme” yang secara tidak sadar tumbuh.

Walau terkadang idealisme sering membuat kita tersingkir jauh dari “peradaban” tapi itu yang bisa membuat kita  merasakan sebuah nilai kehidupan.

Hanya sebuah nilai kehidupan yang membuat kita bisa mendengar suara hati kita.Dan dengan nilai kehidupanlah kita tetap bisa “merasakan” sesuatu.

Hmmm.....capek ahhh



Tuesday 18 October 2011

Sekolah Hutan

Sekolah Hutan...

Melihat nama yang terlihat, sangat jelas menunjukkan bahwa sekolah tersebut pasti letaknya berada di tengah hutan yang jauh dari perkotaan.

Yah,memang letak sekolah itu berada di sebuah kepulauan di sebelah barat pulau sumatra.Lebih tepatnya di kepulauan mentawai.Sebuah kepulauan yang pernah mengalami gempa yang cukup hebat.Kepulauan yang di diami oleh sebuah suku mentawai yang terikat kuat dengan tradisi.Dan pastinya sebuah kepulauan yang memiliki keterbatasan fasilitas dibanding tempat lainnya,maka namanya saja sekolah hutan.Tak adakah sekolah negeri disana?Sepertinya memang tak ada. Apakah sekolah hutan itu..

Ternyata sekolah hutan adalah sebuah sekolah yang di gagas oleh seseorang yang bernama Tarida Herawati dkk.

Sama seperti sekolah sejenis yang dahulu pernah dibuat oleh Butet dan yang lainnya untuk suku anak dalam.Inipun hampir sama kurang lebihnya,sebuah kepedulian yang timbul dari keinginan membuat semua anak indonesia mendapatkan pendidikan dimanapun mereka berada.Tanpa adanya batasan tempat dan letak serta apapun itu.

Disinipun terlihat betapa anak anak disini mempunyai keinginan yang kuat untuk bersekolah,agar sama dengan anak anak lainnya yang berada di luar mereka.Tampak dari usaha mereka dalam belajar, yang segala sesuatunya pasti disesuaikan dengan apa yang ada dalam lingkungan mereka.Dengan segala keterbatasan yang ada mereka tetap bersekolah,mungkin istilah Gunung ku daki dan lautan kan ku sebrangi lebih sesuai.Sepertinya hal itu tak membuat mereka surut dan patah semangat,walau harus disertai hujan dan sulitnya medan yang harus dilalui,tak ada kata untuk malas.

Luar biasa semangat mereka...

Dibandingkan anak anak perkotaan yang memiliki begitu banyak fasiltas dan kemudahan tapi itu semua malah membuat mereka terlena dan malas untuk berusaha bahkan belajar.Walau tidak semua seperti itu,tapi ada sebagian yang memang seperti itu.Mungkin ada benarnya sebuah kiasan kata yang berkata semakin mudah sesuatu itu di dapat,semakin orang tak menghargai sesuatu itu! 

Walaupun pada kenyataannya ditengah perkotaan juga masih ada anak anak yang bernasib seperti mereka. Yang tak memiliki kemudahan karena alasan yang lainnya.

Kembali kecerita sekolah hutan...

Sepertinya tak ada kurikulum yang digunakan seperti sekolah standar yang lainnya.Kalaupun ada buku pegangan sepertinya berasal dari guru guru yang mengajar mereka,dan pastinya tak ada kurikulum baku seperti yang lainnya.Karena untuk mereka yang berada di hutan,harus mengikuti standar kurikulum yang telah ditetapkan hanya akan menjadi ‘bumerang” buat mereka di kemudian hari.Karena jelas sekali segala sesuatu pasti berbeda,dan tak adil buat mereka yang tak merasakan apa yang di miliki dan dipelajari oleh mereka dijadikan standar untuk mereka.

Tapi rasanya bagi mereka bisa membaca dan menulis juga berhitung,sepertinya sebuah kesenangan tersendiri.Ditambah bila pada kenyataannya akhirnya merekapun bisa sama seperti anak anak lain mungkin akan lebih membuat mereka tidak harus “minder”.
Padahal undang undang sudah mengatur dengan jelas bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Setiap bukan beberapa orang saja,tapi kenyataannya memang tidaklah seperti itu.Butuh sebuah perjuangan untuk membuat setiap orang bahkan seluruh,mendapatkan hak yang sama.Karena banyak hal yang terlalu kompleks yang menyertainya.Padahal begitu banyak program telah dibuat,tapi masih saja hal hal seperti ini terjadi.Sebenarnya adakah yang keliru dari program itu?

Atau kurangnya komitmen yang dimiliki si pemilik kebijakan sehingga hanya sebatas program dan selanjutnya dibiarkan begitu saja tanpa adanya evaluasi yang dibutuhkan.
Entahlah,kalau dipikirkan terlalu rumit nanti malah jadi tambah rumit,biarkan itu menjadi kebijakan pihak yang terkait.

Rasanya banyak sekolah sekolah independen yang telah ada, atas nama sebuah kepedulian,tanpa mereka sepertinya akan banyak anak anak yang tidak mencicipi sebuah pendidikan.Dan pada akhirnya,akan ada banyak pembodohan dalam perkembangan kehidupan anak tersebut.Bagaimana tidak akan terjadi pembodohan,bila seorang anak tak mengerti sebuah huruf dan angka.Dan ketika anak anak itu suatu hari berada dalam sebuah realita hidup yang berbeda dari lingkungannya,ia pasti akan mengalami kesulitan.Betapa tidak adilnya hidup,seandainya hal itu sampai terjadi.Karena ketika ia masih berada dalam lingkungannya, ia mungkin tak akan mengalami sebuah kesulitan,tapi ketika kenyataan berkata lain dan mereka berada bukan pada lingkungan mereka,sudah siapkan anak tersebut?

Maka dari itu pendidikan adalah sebuah modal penting yang harus di miliki setiap anak,siapapun dia.Bukan hanya pendidikan formal tapi juga bentuk pendidikan yang lainnya yang bisa di dapatkan dalam kehidupan.Karena pendidikan adalah proses belajar,dan belajar akan terus terjadi dan bisa kita dapatkan darimana saja.Tinggal apakah kita mau terbuka dengan hal tersebut atau tidak.

Rasanya senang sekali jika memiliki anak yang pintar,cerdas dan berkepribadian.Mempunyai karakter yang kuat sehingga ketika berada dalam situasi apapun dan kondisi apapun,anak itu siap menghadapinya.Ada sebuah ketenangan yang akan dimiliki oleh orangtua dan kebanggaan bagi yang pernah mengajarnya.

Hmmm...

Ingin sekali melihat hal itu semua tanpa batasan.

Anak anak yang mempunyai semangat belajar,walau pada kenyataannya ada keterbatasan yang mereka miliki tapi itu semua tidak menjadi penghalang buat mereka.Mereka tetap melangkah...

Alangkah indahnya.

Biarpun sekolah mereka sekolah hutan,walaupun mereka nun jauh disana,walaupun kondisi ekonomi membatasi,dan walaupun yang lainnya tak mereka miliki,tapi melihat mereka tetap bersekolah dengan semua keadaan tersebut.Membuat aku dan kalian yang memiliki semua kemudahan dan fasilitas itu,seharusnya belajar dari mereka mereka yang memiliki keterbatasan.

Sampai kapanpun ingin terus belajar dan belajar,tidak sekedar formalitas tapi lebih dari itu.Membuat kita dan kalian tidak lagi mengalami pembodohan dalam hal apapun.

Semangat...kawan!!!

Walaupun sekolah kalian sekolah hutan atau sekolah kalian nun jauh disana,tetaplah pada satu mimpi...

Mengejar impianmu jauh di luar hutan.


Monday


Monday....

Most people don,t like Monday.

Tapi bukan aku salah satunya,aku menyukai “Monday”.Buatku hari itu punya pesonanya tersendiri,sama seperti hari yang lain.

Seperti pagi ini,jam menujukkan sekitar 06.35 aku berada di jalanan yang pastinya ramai dan padat kendaraan.

Begitu banyak kendaraan yang lalu lalang ditengah jalanan ini mulai dari roda empat hingga roda dua,mulai dari yang menggunakan tenaga mesin hingga kendaraan yang menggunakan tenaga manusia.

Semua sepertinya berkumpul di pagi ini.

Aku menyukai “suasana” ini.

Bukan karena penuhnya jalanan,tapi lebih kepada “aktivitas” dan manusia itu sendiri.

Tampaknya setiap manusia pada pagi hari ini begitu penuh warna.

Mulai dari “pakaian” yang dikenakan begitu beragam dari corak,motif disesuaikan dengan kepentingan masing masing. Sehingga kalau dikumpulkan bisa menjadi “lukisan” tersendiri.

Ada pula orang yang sepertinya tergesa gesa entah karena bangun kesiangan setelah menikmati “liburan”akhir pekan.Atau mungkin pagi ini ada “meeting” yang penting yang sudah terjadwal,dan diharamkan untuk datang “telat”.

Tapi ada juga yang mungkin masih tersisa dan serasa masih ber “mimpi” indah, karena semalam rupanya tidur terlalu pulas,karena sebelum tidur tak ada “beban” pekerjaan yang terbawa dalam tidur malamnya.Sehingga berat sekali jika harus ditinggalkan begitu saja.

Ada juga pedagang makanan yang sudah mulai menyediakan “menu” sarapan pagi bagi mereka yang tak sempat “sarapan” dirumah.Begitu banyak penjual makanan dan sepertinya mereka begitu hafal dengan “aktivitas” pagi.Hingga sayang jika harus terlewatkan.

Mulai dari pedagang sayur yang memang setiap pagi hari sudak mulai menjajakan dagangannya pada ibu ibu yang memang telah menunggu kedatangan mereka.Hingga pedagan “jajanan” makanan anak anak entah yang dijajakan di sekolah atau berkeliling,semua ikut serta memeriahkan suasana” Monday”.

Anak sekolah yang pergi diantar oleh orangtuanya atau malah pergi sendiri supaya tidak telat sampai di sekolah.Sambil mengunyah dan mungkin mencoba menelan “sarapan” pagi yang sudah disediakan oleh ibu mereka,atau yang “membantu” pekerjan dirumahnya.Karena biasanya hari senin ada “upacara bendera” di sekolah masing masing.Itu jaman aku sekolah,kalau sekarang masih berlakukah?

Angkutan umum yang ternyata penuh dengan penumpang,sehingga membuat para”sopir” tersenyum karena “uang”setoran untuk hari ini lebih cepat terkumpul.

Para “pekerja” yang sepertinya memang sudah menyiapkan kembali stamina mereka untuk melakukan “aktivitas” pekerjaan rutin yang pastinya telah menunggu mereka.

Dan sepertinya mereka ingin sekali waktu cepat berlalu hingga akhir pekan kembali.

Karena mungkin masih ada “rencana” berlibur yang masih terpotong oleh karena hari kembali menjadi “Monday”. Atau malah ada pertemuan akhir pekan yang masih belum terselesaikan hingga harus ditunda minggu depan.

Hmmm....

Begitu banyak hal yang tertinggal di akhir pekan karena “Monday”.

Tapi semuanya itu tidak berlaku bagiku.

Buatku entah “Monday” atau “Sunday” sama saja,toh Sundayku bisa menjadi Monday dan Mondayku bisa menjadi Sunday.it,s not a big deals.

Tak ada yang berbeda di kedua hari itu untukkku secara pribadi,karena hari hariku tak pernah menunjukkan perbedaan.Aku bisa berlibur di hari mana saja,dan aku juga bisa sedang bekerja di akhir pekan.Jadi memang tak ada yang berbeda kan?

So Monday is Sunday and also Tuesday,wenesday,Thursday,Friday and the last Saturday.

Jadi kenapa aku harus tidak menyukai “Monday”,kalau ternyata aku bisa berlibur dan memanjakan diriku di hari itu.

Tak ada alasan buatku untuk membencinya.

Dan mungkin jika “Monday” adalah hari yang menyebalkan bagi sebagian besar orang,buatku tidak hanya “Monday” semua hari bisa membuatku sebal ha ha ha ha

Tapi aku menyukainya,karena buatku akhirnya tak ada hari yang harus aku tunggu dan aku nantikan,semua menjadi sama di mataku.

Malah aku tak lagi ingat, apakah hari ini hari apa?

Mungkin yang teringat di kepalaku hanyalah kapan aku bisa menikmati “waktuku” sendiri dan kenyataannya aku bisa menikmatinya di hari apa saja.Terimakasih Tuhan.

Buatku sungguh luar biasa semua hari,setiap hari punya “ceritanya “ sendiri.

Tak ada yang sangat “spesial” bahkan terlalu “spesial”.

Semua sama saja dengan cerita yang diakhiri di setiap hari dengan “tertidur”.

Dan semua hari adalah “spesial” buatku.

Semua tergantung anda,kalian yang membuat itu semua dan kalian juga yang menikmatinya.

Sama sepertiku yang membuat semua hariku tak lagi berbeda nama.Walau mungkin memang kenyataannya “berbeda” tapi entahlah,buatku tak ada bedanya.

Dan sepertinya aku menyukainya!