Wednesday 14 November 2012

Jiwa dan Keseimbangan...

Pernahkah kalian berpikir atau membayangkan apa yang terjadi saat tubuh dan jiwa terpisah?

Terkadang aku berpikir tentang itu semua. Seperti apakah rasanya? Bukannya aku ingin merasakannya sekarang, tetapi pikiran nakal selalu mengelitik diriku. Selama kita hidup jiwa dan tubuh menjadi satu kesatuan dan terikat oleh sesuatu yang membuatnya menjadi “senyawa”. Dan tubuh kita terdiri dari berbagai macam proses kimiawi yang sangat rumit. Dan setiap bagian mempunyai mekanisme kerja masing masing yang membuat segala sesuatu berjalan semestinya. 

Sistem itulah yang membuat kita merasakan kehidupan.

Itu kalau kita berpikir menggunakan logika. Tapi hidup terkadang tidak hanya sekedar logika, karena tubuh tidak terdiri dari sekedar fisik saja yang bisa dilihat secara kasat mata. Ada bagian lain yang membuat tubuh fisik kita menjadi “ hidup”. Ketika bagian fisik kita “sakit”, segala sesuatu menjadi mudah terlihat, karena tubuh mempunyai “alarm” otomatis.

Tapi ketika bagian lain yang bukan fisik yang terganggu itu yang lebih sulit untuk memahaminya. Karena jiwa adalah “roh” yang adalah “tubuh” yang tidak bisa kita lihat dengan nyata. Padahal jiwa dan fisik adalah sebuah kesatuan yang dinamis dan saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Terkadang bagian ini yang sering terlupakan dan kurang diperhatikan keberadaannya. Bukan berarti kita harus berurusan dengan hal hal “mistis”, tapi jiwa adalah sumber kehidupan yang sebenarnya menurut pendapatku.

Karena ketika jiwa terlepas atau terpisah dari “tubuh” kita, tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh tubuh itu. Ia hanya akan bisa diam dan tak bereaksi, tak ada lagi proses kimiawi atau fisika yang terjadi. Jadi secara otomatis ada sesuatu dalam diri yang akan selalu ingin dipenuhi dan dianggap keberadaannya. Itulah "jiwa"...

Seperti halnya tubuh fisik yang berkembang, aku berpikir jiwa pun sama halnya ia ingin bertumbuh dan berkembang mencari kepenuhan “diri”. Berkembang dan bertumbuh dengan tahapan tahapan. Tak ada yang terjadi dengan “instan” semua melalui proses. Dan proses itulah yang menjadi bagian utama.

Menjadikan semuanya seimbang itu yang harus dilakukan, karena keseimbangan adalah tolak ukur adanya “kehidupan”. Tak ada yang berat sebelah sehingga memiliki arti yang sebenarnya.

Jiwa adalah inti.

Inti dari sebuah “kehidupan”...

Monday 5 November 2012

Catatan Harianku Merengkuh Kegagahan Semeru...


Kamis, pukul.08.15

Persiapan awal perjalanan menuju Pasar Senen, menggunakan angkutan bus jurusan kp.rambutan. Dua orang temanku tresno dan pakde kismo menunggu diterminal Klari jam.10 pagi sesuai rencana awal. Tapi setelah packing ulang, ternyata sepertinya aku pasti telat kalau harus ketempat yang sama. Akhirnya, aku memutuskan menunggu digerbang perumnas saja daripada waktu terbuang percuma dan kedua temanku pun setuju. Karena lelah selama perjalanan aku tertidur kecuali saat dalam busway, kondisi busway sekarang berbeda saat pertama dikenalkan pada khalayak umum, kesan yang aku tangkap kenyamanannya sekarang berkurang. Akhirnya tiba di Stasiun Pasar Senen dan langsung melakukan cek in seperti di bandara saja, KTP asli dan tiket diteliti apakah ada ketidaksesuaian atau tidak. Kelebihannya mungkin meminimalisir calo sehingga lebih tertib.

Pukul. 14.05 WIB

Kereta Matarmaja mulai diberangkatkan sesuai jadwal yang tertera dan perjalanan menuju Malang dimulai, sepanjang kurang lebih sekitar 18 jam aku akan duduk didalam kereta. Aku sengaja membeli dua tempat duduk agar bisa sedikit beristirahat, karena pertimbangan lamanya perjalanan dan aku butuh stamina yang lumayan fit. Selama perjalanan aku lebih banyak tertidur karena memang kereta yang aku naiki adalah kereta malam jadi pas kan. Dua orang temanku aku biarkan asik bercengkrama diantara mereka, sedangkan aku menikmati mimpiku sendiri ha ha ha

Sesekali aku terbangun hanya untuk sekedar mengisi perutku atau melihat sudah sampai manakah perjalanan kami. Aku sempat mengingat apakah ada barang barang yang tertinggal, karena biasanya ada yang tertinggal. Adikku sempat beberapa kali menghubungiku karena sesuatu hal yang ditanyakannya. Aku beruntung adikku bisa pulang dan menjaga ibuku yang sempat sakit jadi aku sedikit tenang. Padahal kami sempat bertengkar karena salah paham saja, aku yang sempat membatalkan rencana keberangkatan tertolong oleh kebaikan adikku yang sangat sangat mengerti tentang diriku. Itulah kelebihan kami, saling mendukung satu sama lain walau terkadang ada bumbu ribut ributnya dulu. Aku ingat kata kata adikku saat aku membatalkan rencana pada awalnya, “ mbak...ayu tahu kalau trip ini sudah dipersiapkan jauh jauh hari apalagi ngatur libur kamu kan agak ribet, jadi lanjut aja jangan batal biar nanti ayu dari Bandung pulang kamis pagi,lagian bolos kuliah satu hari kan gak papa, belum pernah bolos ini, kecuali ada tugas besar, tenang aja,percaya kan?” adikku berbicara saat ditelpon semalam sebelum keberangkatanku. Aku sangat percaya adikku, tapi juga aku gak mau kalau kuliahnya jadi korban hanya gara gara salah satu mimpiku. Tapi adikku cukup bisa menyakinkanku pada akhirnya.

Dikereta Matarmaja ini kami bertemu tiga orang teman baru yang mempunyai tujuan yang sama ke Semeru, yaitu Arif, Gilang, dan Himan asal mereka dari Kemayoran. Akhirnya kami sepakat menjadi teman satu perjalanan ke Semeru menggunakan jeep.

Jumat, pukul.08.10

Tiba di Stasiun Kota Baru, Malang. Kami sempat bingung karena memang belum pernah kesini, sedangkan tiga jagoan Kemayoran tadi harus mencari persyaratan kesehatan dulu di Malang jadi kami berpisah dahulu disini. Sebenarnya disini juga kami bertemu dua orang pendaki lainnya tapi mereka berencana mendaki gunung Arjuna Welirang. Akhirnya kami memutuskan untuk menambah beberapa logistik disini dan aku menggunakan kesempatan ini untuk bertanya rute menuju Tumpang. Seorang ibu yang baik menyarankanku untuk menggunakan angkutan kota dengan kode ADL karena lebih cepat daripada yang lainnya menurut beliau. Akhirnya memang kami sampai diterminal arjosari sekitar 15 menit lebih kurangnya, kemudian kami lanjutkan menuju Pasar Tumpang menggunakan angkutan kota sekitar kurang lebih 30 menit. Sebuah Jeep berwarna hijau lumut sudah menanti kedatangan kami dan sepertinya mereka mengerti dan menyambut kami bertiga. Kami tiba sekitar pukul.11 siang dan harus menunggu beberapa saat karena baru kami bertiga yang tiba disini. Sambil menunggu rekan kami dari Kemayoran tadi, aku mencoba mencari beberapa hal yang bisa aku lakukan untuk menambah logistik nanti. Ditambah hp ku low batt aku kemudian mencharge disamping AlfaMart dan mengisi perutku yang keroncongan he he he

Sekitar pukul setengah 12, Arif, Gilang, dan Himan turun dari angkot dan kami tertawa lega akhirnya bertambah 3 orang lagi, lumayan buat sharing ongkos Jeep. Kami masih menunggu hingga waktu menunjukkan pukul 12 lebih dan belum ada tanda tanda rekan baru lagi, tadinya ada sekitar 5 orang wanita yang akan naik bersama kami tapi tiba tiba menghilang tanpa alasan yang jelas. Karena hari semakin siang dan kami harus tiba di Ranu Pane sebelum sore hari, akhirnya kami memutuskan lanjut saja seadanya tapi kami sempat melakukan penawaran harga karena kami hanya berenam, setelah deal, perlengkapan kami diatur diatas Jeep dan kami siap berangkat.

Ketika akan berangkat  tiba tiba ada sebuah angkot memutar dan keluarlah beberapa orang membawa tas keril yang ternyata akan menuju ke Semeru juga. Ternyata ada 5 orang lagi tambahan rekan perjalanan kami nantinya, seperti malaikat penyelamat saja mereka. Mereka adalah Roy, Trias, Gepeng, Okta,dan Reza, datang dari Purwokerto menggunakan kereta Gaya Baru Malam jadi baru tiba dari Surabaya tadi pagi dan lanjut menuju Malang. Akhirnya kami bertambah menjadi 11 orang dan kami sepakat untuk menjadi satu rombongan saja, dan aku akhirnya menjadi wanita satu satunya dalam perjalanan ini. Seperti putri salju ditemani 10 kurcaci saja jadinya. Selama perjalanan kurang lebih 2 jam kami sempat berhenti sejenak untuk berfoto mengabadikan sebuah tempat dimana kaldera pasir Bromo tampak jelas terlihat dari atas.

Pukul. 14.20 WIB.

Tiba di pos Ranu Pane, dan disini kami mulai melakukan pengisian formulir pendakian. Aku segera memanfaatkan waktu yang sempit untuk mandi karena selama dalam kereta sepertinya keringatku keluar lumayan banyak dan debu selama perjalanan dalam Jeep. Terlebih nanti aku pasti tidak akan sempat mandi tidak seperti di Segara Anakan, jadi manfaatkan kesempatan yang ada ha ha ha
Ternyata air yang aku pakai untuk mandi sangat jauh dari jernih padahal air mengalir, tapi sudahlah yang penting aku mandi dan keramas.
Selanjutnya kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Ranu Kumbolo, sebelumnya kami sempat foto bersama, dasar banci kamera semua ternyata ha ha ha (termasuk aku...)

Pos I  ( Ladengan Dowo )

Terdapat dua buah shelter yang masih sangat terawat dengan baik, kami tempuh sekitar satu jam lebih untuk shelter I, dengan trek yang agak sedikit menanjak tapi masih cukup landai. Disini kami sempat beristirahat sejenak dan disini pula kami bertemu 2 orang teman perjalanan dari Sidoarjo, mas Page dan mas Jonjot kalau aku gak salah dengar. Perjalanan awal masih cukup bersahabat  kecuali untuk temanku pakde kismo ha ha ha (seperti biasa lagu lama, ternyata berat badan menambah beban he he he pizzz pakde...)

Shelter II  cukup terawat tapi masih sangat baik shelter I, tapi lumayan untuk beristirahat dan disini aku tidak lama berhenti. Jarak yang ditempuh menuju shelter II sekitar setengah jam dengan trek masih cukup landai. Aku masih bisa tersenyum dan bertanya pada Roy berapa jarak pos selanjutnya, Roy menjawab ,” setengah jam...”.
Aku sempat melihat peta petunjuk yang tertempel pada shelter  dan terlihat kalau dari gambar tidak menunjukkan kedekatan apalagi setengah jam menuju Watu Rejeng. Malah sepertinya pada gambar jarak pos ini menuju pos selanjutnya terlihat paling jauh, sepertinya?

Pos II ( Watu Rejeng )

Perjalanan dari Watu Rejeng menuju Ranu Kumbolo yang sedikit agak panjang. Ada dua buah shelter yang akan kami temui. Shelter yang selanjutnya yang kami temui rusak, tinggal atapnya saja yang tersisa karena tiang penyangga patah dan tidak bisa digunakan untuk beristirahat kecuali lesehan dibawah sebuah pohon. Jarak yang kami tempuh menuju shelter ini lumayan panjang sekitar 1,5 jam dengan trek yang masih cukup landai dan beberapa turunan saja, masih dengan melipir punggungan bukit.

Dari shelter yang rusak ini hingga shelter selanjutnya trek agak sedikit menanjak tapi masih cukup landai di beberapa tempat. Lumayan sedikit berkeringat, jarak tempuh hingga shelter terakhir sebelum Ranu Kumbolo sekitar satu jam lebih. Hari mulai gelap saat kami mulai menuju shelter terakhir ini, sehingga lampu mulai digunakan dan ternyata head lampku tidak bisa menyala dengan terang. Akhirnya aku mengikuti cahaya lampu mas Jonjot dan mas Pakeh saja he he he

Beberapa teman menunggu sebelum kami menuju Ranu Kumbolo dan memastikan kalau kami sudah sesuai formasi awal. Dan ternyata tinggal dua orang temanku yang belum hadir yaitu Tresno dan Kismo, mereka bertanya padaku apakah akan ditunggu atau tidak. Aku memutuskan untuk menunggu mereka di Ranu Kumbolo saja. Pertimbanganku hari sudah mulai malam dan dingin, butuh istirahat dan logistik untuk yang lainnya,toh Ranu Kumbolo sudah didepan mata. Aku cukup kenal teman- temanku dan Tresno membawa perlengkapan tenda dan logistik yang cukup jadi kalau mereka memutuskan beristirahat ditempat lain cukup aman kok.

Pukul. 19.15 WIB

Akhirnya tiba di ranu Kombolo...

Dan ternyata ada banyak tenda sudah berdiri disini,rupanya banyak yang bermalam disini. Sekitar 7 tenda sudah berdiri belum termasuk kami. Ditambah  ada sebuah shelter yang besar dan tampaknya ramai dan penuh orang yang memilih tidur tanpa tenda. Kebanyakan orang menginap dishelter pada malam itu, karena sehari sebelumnya mereka melakukan evakuasi enam orang pendaki berasal dari UNJ  ( Jakarta ) yang tersesat dipuncak selama dua hari . Pendaki dari UNJ berjumlah sembilan orang, dan tiga orang yang bisa turun selamat yang memberi informasi tentang enam orang teman mereka yang hilang. Dan semuanya diketemukan dalam keadaan selamat walau kondisinya dehidrasi berat, menurut cerita seorang mas dari komunitas pencinta alam Malang yang melakukan evakuasi tersebut.

Beberapa teman mendirikan tenda dan aku akhirnya memutuskan untuk memasak air dan makanan, sambil menunggu tenda berdiri. Suasana malam di Ranu Kumbolo sangat dingin entah berapa derajat, tapi cukup membuatku mengigil. Langit malam sangat cerah, terlihat dari semaraknya bintang berjejer diatas kepalaku memamerkan cahaya cantik yang dimilikinya. Pokoknya cute deh, pesona malam Ranu Kumbolo yang eksotis.

Akhirnya dua orang temanku tiba sekitar pukul.20.30 lebih, dan langsung mendirikan tenda. Beberapa orang yang lainnya ada yang langsung tertidur, sedangkan aku memilih menikmati suasana malam. Toh matras sudah tergelar diluar, jadi tinggal dimanfaatkan saja.
Lama lama dingin juga, akhirnya setelah membereskan peralatan, aku memilih menikmati ranu kumbolo dari dalam tenda saja, lumayan hangat. Roy aku ajak duduk ditenda kami karena yang lainnya sudah tertidur rupanya. Dan kami sempat bercerita tentang pengalaman masing masing sambil menikmati suasana. Roy lumayan juga pengalamannya, mereka berlima memang berangkat dari purwokerto kecuali Okta. Yang sudah ke Semeru Roy dan Okta, selebihnya seperti aku pengalaman pertama uhhuyyy...
Tak terasa waktu sudah menunjukkan tengah malam dan semakin sepi, akhirnya kami tertidur juga.

Sabtu, pukul 04.50 WIB.

Aku terbangun dan teman temanku sepertinya masih terlelap sebagian, aku buka pintu tenda dan taraaaa...Sunrise Ranu Kumbolo, tepat didepan mataku. Hmmm...
Setelah cukup menikmati suasana pagi dan dinginnya Ranu Kumbolo kami melanjutkan perjalanan selanjutnya menuju Kalimati.

Pukul. 10.05 WIB.

Perjalanan awal mendaki Tanjakan Cinta, beberapa orang bertanya tentang mitos yang ada, buatku pribadi itu hanya sekedar mitos yang diciptakan untuk memberi semangat saat menanjak ditanjakan curam ini. Masalah ada yang percaya dan menyakini mitos tersebut itu masalah personal. Aku sengaja melakukan hal hal yang berlawanan dari mitos tadi, bukannya sombong atau tidak percaya. 

Realitis saja, mitos pertama naek tanjakan cinta tidak boleh berhenti, masak aku mau naek tanjakan cinta tanpa berhenti kapan nafasnya?untukku tidak mungkin dan terbukti kalau aku berhenti berkali kali, dipikirnya aku ikan bisa bernafas tanpa istirahat. Mitos kedua jangan menoleh, aku malah setiap berhenti selalu menoleh kebelakang, karena ketika aku menoleh kebelakang ada pemandangan indah yang berbeda suasananya setiap langkahnya. Semakin menanjak dan menoleh kebelakang semakin menawan pesonanya. 

Jadi aku sangat tidak setuju saat menaiki tanjakan cinta kita tidak boleh menoleh, sayang banget kalau tidak menoleh  ke belakang, rugi besarlah. Aku mensugesti beberapa mas mas dari surabaya yang mendaki berbarengan denganku untuk menoleh ke belakang, sepertinya mereka setuju kalau pemandangan dibelakang kita wajib dinikmati (semoga tidak terpaksa...) he he he ( Saat sore hari berdiri atau duduk dibawah pohon di atas tanjakan cinta suasananya romantis buatku, sayang aku sendirian ha ha ha )
Setengah jam aku menaiki tanjakan cinta dan menikmati sensasinya.

Selanjutnya Oro Oro Ombo...

Sebuah padang sabana yang cukup eksotis, terlebih bila saat melewatinya hari mulai beranjak sore hari. Saat pulang dari puncak aku merasakan sensasi Oro Oro Ombo senja hari, sempat aku beristirahat dan rebahan ditengah sabana sejenak. Sepi dan cukup syahdu, lebay...

Pos Cemara Kandang...

Mulai memasuki vegetasi hutan cemara, dan banyak pohon tumbang  disini, ternyata asik juga  untuk dijadikan tempat sekedar mengambil nafas dan beristirahat. Karena trek disini mulai menanjak hanya sedikit yang landai dan sepertinya kita mulai mendaki bukit. Walau tidak sebanyak bukit penderitaan Rinjani tapi cukup menguras air minum rupanya. 

Perjalanan ditempuh sekitar 1,5 jam sampai daerah jambangan, yaitu sebuah tempat sebelum Kalimati, yang sekelilingnya dipenuhi dengan beberapa tanaman edelweiss yang sedang bermekaran dan pepohonan cantigi. Bila kita beristirahat sejenak disini serasa berada dalam sebuah taman edelweiss, dengan latar belakang puncak mahameru menjulang gagah. Aku sengaja menikmati puncak Mahameru dari sini, sesekali kabut tampak bermain main dengan Mahameru yang gagah.
Dari jambangan sampai dengan pos Kalimati membutuhkan waktu kurang dari satu jam dengan trek yang cukup landai dan menurun.

Pos Kalimati...pukul.13.45 WIB


Disini terdapat sumber mata air yaitu Sumber mani yang banyak dijadikan tempat mendirikan tenda. Karena disini tempatnya sangat luas dan terdapat shelter yang cukup besar, walau tak  seperti shelter di ranu Kumbolo. Kami sempat beristirahat disini dan beberapa orang temanku mengambil persediaan air untuk di Arcopodo. Aku sempat mengobrol dengan beberapa orang yang ternyata baru saja turun dari puncak, mereka bermalam disini dan jumlah mereka sekitar 2 orang wanita dan 5 orang pria. Mereka tergabung dalam tim gabungan Mapala UGM, mereka bercerita dengan semangatnya karena mereka semua sampai puncak mahameru. Sampai sampai mereka memberikan tongkat kayu mereka untukku, biar ketularan muncak kali dan aku berikan pada temanku saja toh aku sudah bawa tongkat saktiku he he he

Karena yang lain masih mengambil air, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju arcopodo bersama mas page dan mas jonjot, duo sidoarjo. Tapi sebelum berangkat aku berpikir untuk meninggalkan tas kerilku disini, tapi karena rombongan tim kami memutuskan bermalam di arcopodo semua. Terpaksa aku menitipkan tas kerilku pada mas mas dari surabaya yang bermalam disini. Aku meminta ijin pada mereka dan beruntung mereka mau terpaksa menerima tas kerilku, jadi aku hanya membawa day pack hijauku yang kuisi perlengkapan summit sisanya aku tinggal. Terimakasih mas dari Surabaya.

Aku melanjutkan perjalanan menuju arcopodo sekitar pukul tiga sore, dengan ditemani duo sidoarjo. Aku melanjutkan perjalanan, sedangkan dua temanku dan tim purwokwerto masih beristirahat sambil mengisi persediaan air untuk diatas.

Trek menuju Arcopodo masih menanjak dengan lintasan yang mulai bercampur material debu dan pasir halus, sehingga debu sering berterbangan disini. Masker sangat membantu menjaga pernapasan disini. Kami tiba disebuah tempat yang cukup bisa mendirikan 3 buah tenda kami nantinya, setelah menempuh perjalanan selama 1 jam lebih 15 menit. Dan duo sidoarjo segera mendirikan tenda disini, aku memasak air dan nasi serta lauk sekedarnya untuk menganjal perut saja. Tak lama kemudian Gepeng dan okta datang dan segera mendirikan tenda, kemudian tresno dan  kismo terakhir mendirikan tenda. Ternyata arcopodo lebih dingin dan  ada yang lebih dulu tinggal disini Niken dan pacarnya, mereka bermalam disini sebelumnya. Waduh dinginnya kayak gini dan minim air, kalian nekat juga.

Aku secepatnya memilih masuk tenda karena tidak tahan dingin euy...
Kami pun segera beristirahat untuk persiapan summit dini hari nanti.Dan akhirnya penantian itu tidak sia sia!