Friday 30 September 2011

Kanak - Kanak.....


Sekilas wajah mereka hanyalah wajah seorang anak-anak.

Tapi lihatlah,pandanglah mereka lebih dalam dan lihatlah lebih dekat wajah wajah mereka.

“Apakah yang kalian bisa lihat?”

Lihatlah senyum mereka,mata mereka,wajah polos mereka dan segala hal yang ada dalam diri mereka.

“Tak rindukah kalian pada sosok mereka...?”

Bukankah kalian juga pernah merasakannya?

Kemana semua itu sekarang?
 
“Keceriaan seorang anak kecil yang tak pernah sedikitpun menutupi kesedihan mereka.”

“Kesedihan seorang anak kecil yang memang menunjukkan sebuah perasaan yang memang mereka rasakan saat itu tanpa senyuman yang terukir.”

“Ketulusan mereka yang tanpa ada intervensi apapun dan maksud apapun yang menyertainya.”

Dan semua yang mereka lakukan adalah apa yang memang mereka inginkan tanpa sesuatu yang sudah mereka pikirkan atau rencanakan lebih dahulu.

“Ketika mereka tertawa ,mereka memang sedang tertawa tanpa ada perasaan lain yang mendampinginya.”

“Dan ketika mereka tampak sedih dan kecewa,memang seperti itulah perasaan hati yang sedang mereka rasakan.”

Tak ada yang mereka sembuyikan,karena mereka memang tak pernah ingin menyembunyikannya.

“Seperti  ketika mereka tersenyum,sebuah ketulusan yang tampak karena memang disana hanya ada sebuah senyuman tanpa sesuatu,hanya senyuman...”

“Tak kala mereka sedang bercengkarama atau bermain dengan temannya,mereka memang sedang bermain tak ada yang lainnya,hanya bermain...”

“Dan ketika akhirnya terjadi perselisihan dan pertikaian akibat permainan itu,itu juga hanya pada saat itu,tak pernah kulihat mereka membawanya di kemudian hari...”

Semua terjadi saat itu,hanya saat itu...

“Betapa lucunya,melihat semua yang ada di dalam diri mereka..”

“Semua celotehannya yang membuat tersenyum, mendengar celetukannya yang tanpa menimbulkan rasa tersakiti dan kebencian.”

Karena mereka memang melakukannya dengan sebuah ketulusan tanpa ada sesuatu dan maksud.

“Mengapa mereka bisa melakukan itu semua?”

Pertanyaan itu seringkali berputar putar dalam pikiranku.

“Mengapa tak pernah sekalipun ada kebosanan melihat wajah mereka?”

Walaupun mungkin semua wajah tampak sama,wajah anak anak...

“Senyum mereka...”

“Canda mereka...”

“Kesedihan mereka...”
 
Dan cerita mereka...

Mungkin ada benarnya kehidupan kanak kanak begitu menggembirakan walau kenyataannya tak semuanya seperti itu.

“Kita berbicara selayaknya dunia anak anak...bukan realita yang sebenarnya,mungkin.”

Seharusnya memang seperti itulah”dunia anak anak”.

Menciptakan sesuatu yang nantinya membuat mereka merasakan “nikmatnya” dunia,walaupun ketika bertambah “usia” semua itu berubah...

Tak ada lagi senyum yang hanya sebuah senyuman.

Tak ada lagi semua ciri yang di miliki seorang anak pada umumnya.

“Realita” membuat semua berubah...

Ketika anak itu dihadapkan dengan sebuah “kenyataan”,pertanyaannya adalah kemana semua itu perginya??

“Apakah hilang seluruhnya?”

“Apakah tak ada lagi yang tersisa dari semua itu?”

Tak adakah “puing puing” ketulusan itu...yang tersisa?

Rasanya ingin mengais sisa sisa “ketulusan” itu,walau harus sampai keujung yang paling dalam,sepertinya “puing puing” itu harus masih ada di situ.

Biarkan “puing” itu tersisa disana,walau hanya sedikit!

Jangan biarkan semua ini menghilangkan “puing” itu.

“Karena hanya puing itu yang bisa membuat diri ini teringat kembali siapa itu”anak anak”.

“Berbahagialah seorang yang tetap bisa menjadi seorang “kanak kanak” sampai saat ini...”






Cinta seorang Ibu


Semua manusia pastinya terlahir dari seorang wanita,itu sangat jelas!

“Akupun dan kalian pasti mempunyai cerita yang hampir sama,lahir dari seorang wanita yang kita sebut”Ibu”.

Demikian juga denganku,ibuku biasa aku memanggilnya”mamah”,mungkin teman teman yang lain berbeda walau mungkin saja ada yang sama denganku.

Kalau mendengar cerita ibuku sewaktu kecil,entah dari adik ibuku atau orang-orang yang mengetahui masa kecil ibuku,mungkin aku “duplikat” semua sifat dan karakter beliau.

“Bagaimana tidak,sesuai pepatah : Buah tak akan jauh dari pohonnya.”

Mungkin saja ada benarnya,walau belum pernah ada penelitian ilmiah yang menjelaskan pepatah tersebut.Tetapi kalau penelitian tentang “genetika” yang menjelaskan bahwa beberapa anak memiliki genetika ibu dan ayahnya pasti bisa diterima.

Dan sepertinya,gen ibuku terbawa lebih banyak kepadaku.

Sepertinya loh ya,karena aku belum pernah meneliti juga kok.

“Yang jelas,ibuku terlahir dari suku jawa tulen karena kakek dan nenekku “Jogja” asli gak pake palsu”

Tapi anehnya,ibuku kalau menurutku gak jawa banget,biasanya kan kalau orang jawa lemah lembut dan bersuara halus,ini semua tidak ada dalam pribadi ibuku.

Ibuku seorang yang berkarakter kalau menurutku,cuek tapi keras kepala,berbeda dengan ayahku.
Kalau berbicara lantang pantes aja murid muridnya pada takut kalau denger suara ibuku,tapi anehnya semua muridnya pasti inget ma ibuku,biar galak tapi ibuku penyayang loh hehehe
Dan yang jelas ibuku pemberontak seperti aku hehehehe

Maksudnya bukan yang suka demo demo gitu,ibuku bukan orang yang penurut,karena sewaktu kecil aku pernah mendapat cerita tentang masa kecil ibuku kalau dahulu ibuku sempat disuruh berhenti sekolah oleh kakekku,karena kakekku bukan seorang yang mampu menyekolahkan anaknya yang banyak pada saat itu.Karena pada jaman itu wanita masih dianggap sebelah mata,karena anggapan orang tua jaman itu “ngapain sekolah tinggi tinggi,toh nantinya juga ke dapur juga.”
Karena anggapan seperti itu yang masih dipegang kakekku. Sebenarnya kakekku cukup moderat kalau dipikir,karena sewaktu ibuku memilih melanjutkan sekolah kakekku mengijinkan walau sedikit keberatan,mungkin keberatan biaya saja.Akhirnya,ibuku diijinkan sekolah dengan syarat,karena ibuku memaksa dan pihak sekolah tempat ibuku belajar datang menghadap kakekku dan memberi sedikit gambaran tentang sekolah.Maklum saja,kakekku sepertinya hanya bisa membaca dan menulis tapi tidak bersekolah makanya perlu penjelasan.

Ibuku seorang yang gigih kalau menurutku,seperti waktu memilih bersekolahpun bukan suatu yang mudah buat ibuku yang terlahir dari keluarga yang sangat sederhana,buat kakek dan nenekku mungkin bisa makan dan terus hidup saja sudah lebih dari cukup,bermimpi lebih sepertinya mereka takut.Tapi tidak dengan ibuku,sepertinya ibuku punya pemikiran yang lain dan hebatnya ibuku membuktikan dan membuat nyata semuanya itu.

Itulah hebatnya Ibuku,

Menurut ceritanya lagi,setelah lulus sekolah ibuku meminta ijin untuk pergi mengajar keluar pulau jawa,ke palembang lebih tepatnya.Dan pastinya aku sudah bisa membayangkan almarhum kakek dan nenekku pasti melarang dan berkata,”tidak baik seorang perempuan pergi merantau lebih baik menikah saja”mungkin kurang lebihnya seperti itu,dan bayanganku pastinya ibuku menolak mentah mentah perintah tersebut.

Akhirnya,ibuku pergi ke palembang juga saat itu untuk menunaikan tugasnya hingga 2 tahun dan entahlah bagaimana caranya sampai akhirnyamendapatkan ijin tersebut aku tak tahu cerita detailnya.

Yang jelas,aku belajar banyak dari seorang ibu terlebih ibuku,bagaimana tetap bisa terbang sesuai sayap kita dan ketika kita turun kita berada ditempat yang memang kita inginkan,semoga.

Ibuku memang bukan seorang ibu yang manis yang selalu menuruti semua keinginan anaknya,terkadang ibuku malah terkesan cuek tapi itu malah membuat kami menjadi pribadi yang mandiri,karena tidak semua kebutuhan kami selalu dibantu.Terkadang kami harus menyiapkan semua sendiri dan membiarkan kami akhirnya belajar membuat keputusan sendiri,
Walau kenyataannya tetap saja ada intervensi orangtua terhadap anaknya dan itu lumrah saja sebatas wacana dan arahan yang menuntun kami.
 
Jiwa petualang tampaknya muncul dari ibuku,makanya sepertinya menurun pada diriku.

Memangnya itu turunan yah????

Gak tau juga sih,yang jelas ibuku kalau diajak bepergian”acc” terus tuh.
Cuma “cerewet” nya itu juga gak nahan persis juga kayak aku,makanya aku bilang “duplikat” beda banget dengan ayahku yang kalem,halus perasaannya,dan gak “neko neko” kalau orang jawa bilang sih.

Tapi yang jelas aku belajar dari ibuku,bagaimana menjadi perempuan yang kuat dalam berprinsip dan perempuan yang tidak hanya menjadi pendamping tapi penyeimbang.

Ibuku juga mengajarkan kemandirian dibalik sikap cueknya dan itu membuat kami terbantu dalam pembentukan pribadi kami setelah dewasa.Setelah kami mendapat cinta yang luar biasa dari ayahku,akupun mendapat figur ibu yang mandiri dan berkarakter.

Yang jelas kami mendapatkan dan belajar tentang sebuah “kebebasan” dari seorang ibuku,bagaimana ibuku membiarkan kami menerima semua konsekuensi dari setiap keputusan yang kami ambil dan ibuku bisa menerima semua itu.

Ibuku begitu luar biasa....

Kasih sayang yang diberikannya memang “berbeda” tapi kami juga bisa merasakan bentuk lain dari “cinta”.

Tidak hanya satu bentuk “cinta” yang kami terima tapi bentuk lain dari “cinta” yang artinya tetap “cinta”.

“Cinta seorang Ibu pada kami anaknya...”

Bagaimana ibuku mengandung kami dengan semua beban yang harus dibawanya selama  9 bulan kurang lebihnya,dan merasakan semua rasa tidak nyaman selama mengandung kami,mungkin tidak bisa tidur dengan posisi nyaman dan semaunya,selalu mempertimbangkan kami.

Dan ketika waktunya bersalin pun,bukan sebuah hal yang mudah buat ibuku,karena harus berjuang melawan rasa sakit yang harus diterima dari sebuah konsekuensi memilih menerimaku.Bagaimana ibuku memperjuangkan kami untuk bisa terlahir dengan selamat dan merasakan kehidupan pertama kami,walau mungkin taruhannya sebuah “nyawa”.

Rasanya kalau aku berpikir itu semua,betapa kami sebagai anak belumlah bisa membalas semua jasa itu dengan sesuai.
Apalagi kalau mengingat tingkah lakuku dan apa yang pernah kami lakukan yang mungkin secara sadar atau tidar sadar seringkali menyakiti perasaan beliau.
Sepertinya,ibuku tak pernah menyimpan “dendam” atas semua perlakuan kami yang mungkin kurang berkenan.
Terlebih aku yang sering meprotes dan melawan....tapi aku punya alasan untuk beberapa hal.
Yang jelas ibuku memberikan cintanya dalam arti yang lain,dan itu menyeimbangkan kami melihat bentuk “cinta” yang berbeda.

TERIMA KASIH IBUKU SAYANG.....

Hanya kata kata ini yang bisa kami ucapkan terlebih aku,karena untuk membalasnya tak akan pernah cukup angka yang tertulis ,dan semoga diwaktuku yang tersisa ini,kami telah menjadi anakmu yang membuatmu selalu tersenyum melihat kami dan tak akan pernah merasa sia sia telah memperjuangkan kami terlahir di dunia ini,semoga....

Love you always....

(Didedikasikan kepada semua ibu terlebih ibuku sayang,terimakasih tak terhingga atas semua perjuangan yang telah beliau lakukan selama ini hingga kami bisa menjadi “manusia cinta” semoga kalian semua selalu dilimpahi berkat tak terhingga karena telah mempersilahkan kami terlahir dengan cinta.....)

“Tulisan ini tidaklah cukup melukiskan semua cerita tentang dirimu,tapi hanya salah satu bentuk kasih sayang yang tak bisa kami ungkapkan selama ini....”

Cinta seorang Ayah


Beliau adalah lelaki pujaan hatiku....

Dari beliaulah aku mempunyai figur seorang lelaki,dan pastinya  aku tak akan salah berkiblat.

Mungkin aku tak akan pernah ingat ketika aku masih dalam kandungan ibuku dan sampai usiaku 2 tahun karena beliau sempat bertugas di luar pulau,tetapi itu semua tidak mengurangi rasa sayangnya pada kami.

“Dialah ayahanda tercintaku...”

Sampai usiaku melebihi 30 tahun pun aku masih bisa ingat semua rasa sayang dan cinta yang sudah aku terima dari beliau,walaupun terkadang berlebihan hehehehe

Tapi aku masih ingat sekali ketika aku protes padanya karena terlalu memberikan rasa sayang yang mungkin aku dapatkan lebih dari cukup,dan kalian tahu apa jawaban beliau?

“Kalian  tetaplah anak kecilku,walaupun mungkin usia kalian tidak muda lagi,”jawaban itu yang sempat membuatku terenyuh mendengarnya dan kalau aku tidak malu saat itu,rasanya ingin sekali air mata ini menetes membasahi kedua pipiku,tapi tidak saat itu.

Ya,buat beliau aku memang putri kecilnya dan akan selalu seperti itu pastinya,walau aku mempunyai pandangan lain tapi buatku aku menghargai apapun yang menjadi pemikirannya.

“Toh,buatku anggapan atau pemikiran apapun tentang kami nyatanya kami memang putra putri kecilnya dan begitu banyak cinta yang kami dapatkan hingga saat ini,walau kenyataan seringkali kami yang mengecewakan beliau.”

Terlalu banyak cinta yang telah beliau berikan dan kami rasakan hingga saat ini dan kalau aku harus menghitungnya,rasanya tak akan cukup angka yang tersedia bisa menjumlahkannya.

“Bagaimana bisa sebuah angka mengganti itu semua,rasanya mustahil...”

“Masih kuingat semua cerita masa kecilku mulai dari kami belajar berjalan,berkata,atau apapun yang pernah kami lakukan dalam proses kami menjadi seorang manusia,apa yang telah beliau lakukan dalam mendidik kami dan membuat pondasi dasar yang nantinya menjadi awal pembentukan pribadi kami setelah “dewasa”.Dan itu yang menjadi tonggak awal kami sebagai manusia”

Sampai saat inipun masih teringat semua belaian dan kecupan sayang beliau pada kami hingga sekarang kami dewasapun masih bisa aku rasakan,betapa luar biasa cinta seorang “ayah”.

“Bagaimana ketika kami kecil begitu senangnya mendengar mendongeng cerita tentang”kancil yang mencuri ketimuan” dan versi kancil yang lainnya dan saat itu adalah saat yang sering kami tunggu.Ya,kami begitu menunggu saat mendongang itu dan biasanya akan beliau lakukan saat kami hendak tidur dan biasanya kami me”request” suatu cerita dan beliau tak pernah sedikitpun keberatan untuk melakukannya.

Padahal dongengnya juga tak pernah jauh berbeda  hari dan hari tapi buat kami sangat menyenangkan,terlebih ayah kami begitu pintar dalam menceritakan dongeng tersebut sehingga kami selalu menantinya,karena membuat kami berkesan.Bagaimana ketika beliau mulai mendongeng kami seperti diajak berimajinasi dengan ceritanya,padahal beliau mendngeng tak pernah menggunakan panduan buku atau apapun,murni sebuah dongeng hapalan sepertinya atau mungkin karangan?

Yang terpenting buat kami terlebih aku,aktivitas itu membuatku senang dengan cerita dan akhirnya menyukai cerita,apapun itu.Dan akhirnya membuat “komitmen”dalam diriku sendiri bahwa suatu saat ketika nanti aku menjadi seorang ibu,aktivitas ini akan aku teruskan sehingga nantinya hal ini pun bisa terus berlanjut hingga keturunan kami,semoga....

“Ayahku lah yang membuat kami seperti ini,cintanya lah yang membuat kami bisa menjadi “manusia cinta”

“Menuliskan ini semua tak akan cukup kata yang bisa menuangkan semua kenangan dan memori sewaktu kami kecil”

Ayahku seringkali bercerita tentang masa lalunya dan masa kecilnya,bagaimana ayah kecilku dahulu memulai kehidupannya.

“Perlu kalian ketahui,ayahku lahir sebagai anak yatim dan ketika berumur 2 tahun menjadi piatu jadi ayahku besar sebagai anak yatim piatu.”

Terkadang aku sering bertanya dalam hati kecilku,bagaimana seorang anak yatim piatu bisa memberikan cinta yang luar biasa,padahal ia sendiri mungkin tak pernah mendapatkan itu semua.

Sampai aku menuliskan cerita ini pun,airmataku keluar tanpa perintah saat membayangkannya.
Dan kalau aku teringat cerita beliau tentang masa lalunya yang begitu miris,membuat aku sering malu pada diriku sendiri.Bagaimana aku yang sering menyakiti hati beliau dengan semua tingkah lakuku dan semua perlawanananku,tapi beliau tetap menyayangiku bahkan masih tetap menganggap “anak kecilnya”.

Mungkin dengan mengangap aku anak kecilnya,beliau terhibur karena mungkin ketika aku masih kecil,aku begitu tampak manis dan lucunya tidak seperti sekarang(mungkin juga ya).

“Sebenarnya aku sayang ayahku,tapi memang mungkin begitulah seorang anak,akan terus berproses sampai ia menemukan jati dirinya sendiri.Yang pasti aku menyayangimu ayahku tersayang dengan seluruh hatiku dan semoga setulus dirimu yang sudah memberikan semua cintamu pada diri kami.

“Hanya rasa terimakasih yang bisa aku tuliskan dan ucapkan atas semua pemberian cintamu.”
Ayahku tersayang,engkaulah yang membentuk diriku pada awal pembentukan pribadi kami sehingga kami bis mempunyai pondasi yang kuat sebagai individu dan semoga bukan egoentris.Dan ketika kami dewasa,kami siap berhadapan dengan segala kondisi kehidupan yang kami temui dan kami alami.

Engkaulah yang memberikan pondasi cinta yang berakar kuat kedalam sehingga itu yang akan menjadi penyangga kehidupan kami,walau begitu banyak badai kehidupan semoga kami tetap teguh berpegang pada semua cinta yang telah kau tanamkan dalam diri kami,

“Terima kasih ayah...”

Walau engkau tak pernah mendapatkan cinta yang cukup tapi engkau memberikan cinta yang lebih dari cukup pada kami bahkan “luar biasa”.

Walaupun kami seringkali mengecewakanmu tapi engkau selalu menerima kami apa adanya kami,karena kami tetap “anak kecilmu”.

Walaupun sering kami memprotes semua intervensi yang kami rasa tidak sesuai,tetapi engkau tetap berlapang dada dan tetap mengangap kami”anak kecilmu”.

Rasanya tulisan inipun tak pernah bisa melukiskan dirimu dan semua kebaikan yang telah kami dapatkan dari seorang ayah “yang luar biasa”.

Kalaupun orang menilai aku terlalu berlebihan memujamu,buatku itu semua seimbang dengan rasa cinta yang telah aku dapatkan.Jadi buatku,tak ada salahnya aku memujamu “ayah”.

Seorang anak laki laki yatim piatu yang telah memberikan cintanya yang begitu luar biasa bagi kami,padahal ia sendiri tak pernah mendapatkan rasa cinta yang cukup,tapi ia mengganti apa yang tak pernah didapatkannya dengan memberikannya lebih dari cukup.

“Semoga kami selalu bisa membuatmu merasa bahagia telah memiliki kami,seperti kamipun begitu bahagia telah memilikimu sampai saat ini.”

Walau kami belum bisa membahagiakan dirimu terlebih aku yang belum bisa memberikan sebuah “mimpi” yang selalu engkau ungkapkan kepadaku.

Walaupun “mimpimu” bukanlah sebuah mimpi yang tinggi,hanya patner hidupku kelak.

Tapi aku mau “mimpimu” itu terpenuhi dengan sebuah senyuman,karena bukan sebuah pilihan yang salah yang aku buat tapi bisa aku pertanggung jawabkan padamu’Ayahku sayang’.

Seumur hidupku ini,yang kurasakan hanyalah “cinta”,dan semoga yang kami berikan terlebih aku sebuah “cinta” yang tulus.

“TERIMA KASIH AYAH TERCINTA ATAS SEMUA CINTA YANG TELAH KAMI RASAKAN DAN TERIMA SAMPAI SAAT INI”

Tangisku tak akan pernah cukup untuk semua pemberianmu...

(Untuk semua “Ayah” yang telah memberikan cintanya pada anak anaknya,terlebih ayahandaku tersayang.....Terimakasih tak terhingga dari lubuk hatiku yang paling dalam,walau sulit untuk terucap semoga ketulusan yang membuat aku sanggup menuliskannya)

Amien......love you

“Tulisan ini tak akan pernah cukup melukiskan semua cerita tentang dirimu...tapi ini salah satu bentuk kasih sayang kami yang tak bisa kami ungkapkan...”