Friday 22 June 2012

Segara Anakan

                                       
Daya mistis Segara Anakan...

Sejak pertama kali melihat Segara Anakan dari atas gunung Rinjani, sudah terlihat daya tarik yang membuat banyak orang penasaran melihat dari dekat. Dan itu terjadi pada diriku. Rasanya ingin segera turun kebawah,kalau perlu loncat langsung dan menyentuh airnya yang terlihat dari atas berwarna kehijauan. Kalau gunung Kerinci punya danau gunung Tujuhnya yang terkenal, sigadis manis Rinjani punya Segara Anakan yang menawan banyak hati.

“Lihat segaranya...,” sahut beberapa temanku saat turun “summit” dan  berfoto dengan latar belakang Segara Anakan.
 
Kabut yang hilang timbul menambah kesan tersendiri bagi yang melihatnya.

Dan akhirnya setelah summit dan membereskan perlengkapan, tujuan kami selanjutnya adalah Segara Anakan yang dari tadi menggoda hati kami terlebih aku.
Dari Plawangan Sembalun kami harus menuruni tebing yang berupa susunan anak tangga dari bebatuan dengan kemiringan yang cukup membuat adrenalinku bereaksi. Ditambah kami harus membawa tas keril yang lumayan, jadi lengkap sudah “penderitaanku”. Kalau pepatah bilang,”Bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian.” Aku tidak setuju.
 
Karena diawal perjalanan kami sudah bersenang senang dan walaupun lelah dan capek aku tidak merasa sakit tuh he he he

Dan Rinjani memang sedikit “nyeleneh”, kalau menurutku sih. Bagaimana tidak, jika Semeru saja memberikan Ranu Kumbolonya dengan bonus sebelum mencapai puncaknya tanpa usaha lebih. Rinjani sebaliknya, mau lewat Sembalun atau Senaru kita harus berjuang sedikit untuk menuruni tebing dan mendaki anak tangga yang cukup terjal.

Tapi anehnya, jalur yang cukup sulit tidak menyurutkan niat banyak orang untuk pergi ke Segara Anakan termasuk aku. Apalagi saat kami pulang menuju Plawangan Senaru beberapa hari kemudian, kami bertemu dengan rombongan dari Lombok sebanyak hampir 117 orang yang menuju Segara Anakan. Yang lebih membuatku agak takjub adalah tidak ada batas usia. Karena rombongan itu terdiri dari orang lanjut usia dan ada sekitar 4 anak usia baseta (bawah sepuluh tahun) yang ikut turun bersama. Aku cukup salut dengan keberadaan dan motivasi mereka, bahkan aku melihat ada orang yang turun ke Segara Anakan dengan kondisi kaki menggunakan tongkat penyanggah, karena patah.
 
Hal yang cukup membuat aku bisa menggelengkan kepalaku dan logikaku berpikir sedikit rumit. Apa yang membuat mereka mau melakukan hal tersebut?

Terkadang niat dan keinginan bisa meruntuhkan batasan yang sering menjadi dinding penghalang. Dan aku yakin mereka semua pasti bisa sampai dibawah.

Aku sempat bertanya pada beberapa orang tersebut, apa yang menjadi tujuan rombongan sebanyak itu turun. Seorang bapak menjawab,” kami mau mengadakan selamatan.”
Sayangnya kami bertemu mereka saat kami selesai dari Segara Anakan, tapi saat di Segara Anakan juga kami sempat melihat beberapa orang Lombok yang beragama Hindu melakukan ritual sembahyang di Segara Anakan pada malam kami menginap disana. Dan itu menjadi kesempatan buatku melihat salah satu tradisi masyarakat setempat yang memang menganggap gunung Rinjani terlebih Segara Anakan sebagai tempat yang cukup dihormati. Aku sempat baca kalau masyarakat setempat percaya kalau dewi Anjani berada di Segara Anakan, jadi mungkin itu bisa menjadi salah satu alasan mengapa banyak ritual dan tradisi terjadi disini.  Dewi Anjani memang cantik, menarik banyak orang untuk mendekatinya dan menyentuhnya.
 
Aku cukup senang bisa melihat hal tersebut. Walau mungkin aku tidak mengerti, tapi aku cukup menghargai kepercayaan masyarakat setempat. Toh selama tak mengganggu keberadaan masing masing tak ada yang harus dipermasalahkan. Ini masalah keyakinan, biarlah menjadi tanggung jawab pribadi.

Dan perjalanan menuju Segara Anakan benar benar “Ajib”. Kami berangkat siang sekitar pukul.14.00 dan sampai di Segara malam hari sekitar pukul 7 lebih. Karena malam hari bulan cukup terang saat aku beristirahat di sebuah savana, sebelum tiba di tempat berkemah. Aku sempat rebahan di savana tersebut, beralaskan tas kerilku dan memandang langit malam yang memberikan pesona bintang dan bulan yang indah, ditemani Olis yang imut seperti sedang kencan saja kita he he he. Rasanya kalau udara tidak dingin aku memilih tidur rebahan tanpa tenda  dan memandang keatas tanpa sekat. Malam yang luar biasa saat itu, tapi udara dingin membuatku berpikir untuk melanjutkan perjalananku.

Dan akhirnya tiba juga di Segara Anakan. Aku langsung masuk ketenda karena udara dingin cukup membuatku kedinginan dan rasa lelah menambah keinginan tidurku semakin tinggi. Jadi aku memang memilih segera tiduran,walaupun ada tawaran minum teh hangat dan makan mie tidak membuat aku tertarik selain tidur.

Dan aku pun cukup terlelap walau sedikit kedinginan karena posisi tidurku dipojok, jadi dapat bonus dingin sedikit. Enak ditengah pasti hangat, tapi memang jatahku dipojok jadi nikmati sajalah. Sebenarnya aku paling malas dipojok karena dingin,pengalamanku tidur selalu dapat pojokan,dan akhirnya aku sering kedinginan.Nasib...nasib...

Karena aku tidur paling cepat otomatis aku bangun paling pagi, saat aku terbangun tenda yang lain masih sepi. Dan karena mandi terakhirku saat di Sembalun, sudah hampir dua hari aku tidak mandi. Tiba tiba aku punya ide untuk mandi air Segara Anakan. Cuma permasalahannya adalah mandi ditengah danau pasti jadi tontonan, walau orang masih tidur pasti nanti ada juga yang bangun.

Aku akhirnya bertanya tentang sumber air panas pada bang ipunk, setelah diberi petunjuk sambil aku sendiri kurang paham. “Pokoknya nanti kamu ikutin jalur yang sedikit keatas terus naik sedikit, nah.. nanti dibawahnya ada air panasnya,” jawab bang ipunk. Dasar bapak bapak, kalau nanya ma bapak seorang anak yang begini deh hasilnya,gak jelas petunjuknya he he he ( maaf bang ipunk...)

Naik kemana dan dibawah mana, aku sendiri masih bingung. Ah, nanti cari ajalah sendiri kalau gak ketemu ya sudahlah. Aku berusaha mencari jalur sendirian dan mencoba menelaah petunjuk tadi. Jalur sih ketemu, cuma air panas dibawah kok gak ada tanda tandanya.
 
Ya sudahlah,tujuanku mandi jadi mandi dulu saja. Aku mencari tebing bebatuan untuk mencari posisi yang aman untuk mandi. Setelah mencari, aku menemukan tempat yang cukup strategis dan aman dan yang lebih kerennya posisi aku mandi persis diatas dan pemandangan yang aku lihat selama mandi benar benar keren deh. Kegilaanku muncul tiba tiba,saat aku melihat keatas bukit dan sekitarnya,”wah, aman nih, aku yakin gak ada orang dan orang pasti gak akan berpikir kalau disini ada orang yang bakal mau mandi disini.” Karena memang posisiku diatas dan terhalang bongkahan batu yang cukup besar serta terhalang bukit, pasti aman.Mandi tanpa selembar kain yang menempel,itu tujuanku saat itu,karena suasana mendukung dan air yang mengalirpun dari Segara Anakan,jadi sama sajakan aku seperti mandi di Segara Anakan,toh airnya sama.

Akhirnya ritualku saat itu adalah mandi tanpa kain alias telanjang (sensor ya...). Kapan lagi aku bisa mandi air Segara Anakan tanpa sekat penghalang, berendam sedikitlah seperti "spa", sambil menikmati pemandangan dari atas tebing. Toh masih sangat pagi,aku yakin orang orang masih terlelap dalam tenda masing masing karena begadang semalaman. Dan aku menikmati “ritualku” sendiri. Pemandangannya keren dari tempat mandiku,sulit aku gambarkan. Ternyata air Segara Anakan walau masih sangat pagi tidak terasa dingin,malah terasa cukup hangat,padahal aku tak memakai apa apa.

Selesai mandi, aku masih penasaran dengan air panas, jadi tugasku selanjutnya mencari air panas. Dan ketika aku keluar dari tebing, dan berjalan sedikit aku bertemu bunda nang dan Onay juga pak Gani,bang arif. Waduh untung ritualku sudah selesai, kalau aku terlalu asyik bisa rame ceritanya.

Aku kemudian bertanya,” ngapain bun?”

Bunda Nank ,”mau nunjukin air panas.”

“Wah, kebetulan bun, dilis juga pengen tau, sekalian mau keramas ah,” lanjutku.

“Ya udah bareng pak Gani ma Onay aja,tuh naik keatas dikit terus turun kebawah,” sambil menunjuk arah yang dimaksud bunda, bang Onay dan Pak Gani langsung mengikuti petunjuk. Dan aku kemudian mengikuti dari belakang.

Aku memang berniat keramas air panas, shampo dan handuk sudah aku bawa, kemudian pak Gani menunjukkan letak air panas. Ternyata sebuah mata air panas yang jelas kandungan belerangnya terlihat, karena warna kekuningan yang muncul di sekitar bebatuan. Mereka sebenarnya hendak mencari air minum,jadi mata air bersih yang menjadi tujuan mereka.

Akhirnya aku langsung menuju letak air panas tersebut. Dan setelah melihat kondisinya ternyata air panasnya mengandung belerang. Namanya juga dekat gunung berapi jadi ya wajarlah. Aku tetap keramas disana,lumayan anggap saja creambath alami, lengkap sudah kesegaranku pagi itu. Tapi dasar pelupa, plastik berisi pakaian dan perlengkapan mandiku tertinggal di dekat air panas. Nanti sajalah sorean dikit ngambilnya,males turun lagi,toh gak akan ada yang tertarik dengan plastik itu isinya cuma pakaian kotor. Aku sempat bercerita pada pak Gani kalau aku lupa perlengkapanku, dan pak Gani cuma tersenyum mendengarnya.

Tapi memang pak gani baik hati ternyata saat turun lagi mengambil air, beliau sekalian mengambilkan perlengkapan perangku. Terima kasih pak Gani. Beliau memang ayah yang baik.

Dan kami bermalam selama dua malam, banyak cerita yang kami lakukan bersama disini. Mulai dari melihat aktifitas orang yang memang berniat mancing disini. Dari mulai yang jago memancing sampai yang cuma bergaya bisa memancing semua ada disini. Dan aku seperti biasa, urusan dapur. Hmm...
 
Kayak aku chef aja, tapi kayaknya kalau Farah Queen buat acara masak disini bareng kita keren juga nih. 
Yang jelas karena menunggu yang mancing bawa hasil lumayan lama, aku gak sabar buat bakar ikan. 
Soalnya bumbu sudah kelamaan dibuat ikannya gak nongol juga.

Kayaknya ada mas mas yang pintar mancing, dari tenda kami terlihat kalau hasil pancingan mereka menggiurkan. Aku tertarik melihatnya dan bertanya,” umpannya apa mas, kok bisa banyak dapat ikannya?”

Dengan enteng mereka menjawab.” cuma pake ubi rebus dicampur kuning telur kok.”

“Wah hebat ya, bisa dapat ikan banyak padahal umpannya gak aneh aneh,”lanjutku menanggapi sambil memperhatikan mereka membersihkan ikan hasil tangkapan.

“Sebanyak gini dimasak semua?” lanjutku bertanya.

“Gak kok, ini aja kebanyakan sisanya ditinggal disini,kalau mau ambil aja,” mereka menawarkan hasil ikannya.

“Gak mas, makasih...masih nunggu teman yang mancing kok,” lanjutku.

“Ambil aja mbak..gak pa pa kok,banyak gini,ini ambil,”sambil memberikan beberapa ikannya padaku. Aku yang sedikit malu maluin akhirnya menerima kebaikan hati mereka yang ikhlas berbagi pada kami.”Lumayan rejeki, jangan ditolak...,”pikirku.

Jadi bakar ikan nih,teman teman...

“Kalau mau ambil lagi,ambil aja mbak,masih banyak kok,” mereka menawarkan kembali.

“Iya mas, makasih..,” lanjutku menjawab.

Padahal aku tidak meminta tapi mereka memberikan lebih banyak lagi tambahan ikan,kurang lebih sepuluh ekor ikan tanpa kami harus memancing. Benar benar baik hati mereka. Yang jelas mereka orang Lombok dan letak tenda mereka ada diatas kami. Jumlah mereka sekitar sepuluh orang dari cerita mereka padaku.
Ikan – ikan yang hidup disini banyak jenisnya ada ikan mas, mujair dan harper kalau aku tak salah dengar, katanya ada juga ikan lele. Cuma kalau lele aku belum melihat selama disini. Dari beberapa orang yang bercerita kepadaku, masyarakat setempat banyak yang sengaja mancing disini. Memang menyenangkan melihat aktifitas memancing mereka, tadinya aku juga mau bawa pancingan tapi aku kan tidak bisa memancing. Kalau cuma lempar pancingan sih bisa he he he

Kami pun mempunyai menu makan siang ikan bakar Segara Anakan, dan rasa ikannya memang khas. Dan ikan disana luar biasa melimpah, kalau mau dikalkulasi kayaknya ikan disini walau dipancing setiap hari tak akan pernah habis. Dan masih menurut beberapa orang disana, ikan disini merupakan hasil warisan Soeharto. Jadi pak Harto yang dulu menanam bibit ikannya, dan mungkin juga ditambah ikan asli Segara Anakan.

 Yang jelas Segara Anakan memang “Ajib”.

Tapi sayang akses menuju kesini benar benar meminta sedikit pengorbanan. Kalau seandainya disini disediakan kereta gantung seperti di Freport atau seperti ditempat wisata rasanya akan lebih banyak orang yang mau berkunjung kesini. Jadi alternatif akses selain yang konvensional. Buat mereka yang kurang menyukai petualangan dan untuk keamanan anak anak kecil yang bukan penduduk lokal, mereka juga bisa menikmati pesona Segara Anakan. Tanpa fasilitas tadi saja, sudah banyak orang yang terpesona oleh daya tarik mistik Segara Anakan. Apalagi saat kabut  datang, yang terkadang tanpa bisa kita prediksi hadirnya dan datang sesuka hati.

Tapi memang ada konsekuensi dari hal tadi, semakin banyak yang berkunjung, mungkin keaslian dan keberadaan Segara Anakan sebagai sebuah tempat yang suci dan dihormati oleh masyarakat setempat akan sedikit berbeda nuansanya.

Yang jelas Segara Anakan memang mempunyai kesan tersendiri baik dilihat dari segi tradisi dan kepercayaan atau dari sudut pandang wisata.

Rasanya ingin kembali kesini, seperti Rinjani yang membuatku merindukannya.