Saturday 15 June 2013

Pak Edi...


Sore itu...

Kaki ini melangkah memasuki kereta diesel menuju daerah tujuanku bersama yang lainnya. Aku langsung mencari tempat duduk yang masih kosong. Karena aku berangkat dari stasiun Kota otomatis tempat duduk yang tersedia masih banyak yang kosong. Aku segera mencari tempat duduk disamping jendela yang aku rasa nyaman dan  kemudian seorang bapak duduk persis disampingku padahal tempat duduk didepanku maih kosong, aku tersenyum tanda menghormati beliau. Aku duduk sambil mengamati aktifitas kereta sore itu.

Tiba tiba seorang kakek tua berjalan seorang diri menghampiri tempat duduk didepan kami. Aku memperhatikan kakek ini dari mulai beliau masuk gerbong karena penampilannya menarik perhatianku. Dan beliau akhirnya memilih tempat duduk yang masih kosong persis didepanku. Tapi yang memperhatikannya tidak hanya aku, bapak disebelahku juga ternyata memperhatikan apa yang aku lihat. Aku masih diam ditempat duduk yang sedari tadi aku pilih, beberapa orang yang tadinya duduk didekat kami satu persatu berpindah tempat kecuali bapak disebelahku dan aku. Bapak tadi juga sepertinya memberi isyarat padaku untuk berpindah juga sebelum tempat yang lainnya penuh, tapi aku menggeleng kepalaku. Dan aku memang tidak bergeming dari tempat dudukku. Dan entah mengapa bapak tadi juga akhirnya tidak jadi berpindah tempat duduknya dan masih duduk disampingku sambil beberapa kali berbisik kepadaku tentang kakek didepanku. Tempat duduk didepan kami akhirnya penuh juga, setelah beberapa kali orang yang hendak duduk disamping kakek tadi banyak yang berpindah tempat. Akhirnya ada juga yang mau duduk bersama kami.

Kalian pasti bertanya mengapa banyak orang yang enggan duduk bersama kakek didepanku?Mungkin kalau kalian tidak ada bersama dengan kami saat itu, akan sulit membayangkan apa yang terjadi sore itu.

Aku akan mendeskripsikan sedikit tentang kakek yang duduk persis didepanku. Pertama beliau aku taksir berusia sekitar diatas 60 tahun, berperawakan sedang malah cenderung kecil dengan menggunakan topi hitam diatas kepalanya. Terus apa yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang enggan duduk disampingnya?Apakah beliau seorang kriminal sehingga orang enggan duduk bersamanya?

Bukan..masalahnya adalah kakek tadi menebarkan aroma khas yaitu bau pesing yang menyengat hidung,ditambah dengan penampilan fisik beliau yang membuat aku miris melihatnya dengan pakaian yang sangat lusuh tak terurus dan luka yang tampak pada daerah tangan dan kaki dan bapak disebelahku beberapa kali membisikkan kata kata padaku, aku hanya mengangguk. Beberapa kali aku melihat kakek tadi mengaruk tangannya sepertinya lukanya gatal dan saat beliau merogoh saku bajunya dan mengeluarkan uang sejumlah lima belas ribu rupiah yang dimilikinya untuk membeli sesuatu.

Beliau bukan seorang kriminal, pertama kali aku melihatnya, tatapan matanya yang lelah dan seperti berbicara banyaklah yang membuatku memutuskan untuk tidak berpindah tempat seperti yang lainnya. Entah mengapa saat mataku menatap mata beliau ada sesuatu hal yang tak bisa aku jelaskan dengan kata kata, ada sebuah ketulusan yang menurutku begitu jelas tergambar dalam matanya. 

Ketulusan menerima sebuah bentuk kehidupan yang harus beliau jalani. Sulit untuk aku menceritakan apa yang aku rasakan saat itu, apalagi saat melihat satu persatu orang mulai berpindah tempat saat mencium aroma yang ditebarkan olehnya, aku juga tak bisa menyalahkan orang lain yang memilih berpindah tempat, itu hak mereka juga. Dan saat ajakan orang padaku untuk berpindah tempat dan akhirnya aku memilih diam saja, itu bagian dari hakku jugakan. Aku tak tega saat beliau menatapku saat orang berangsur angsur berpindah tempat, matanya berkata banyak hal. Dan aku memilih diam...

Aku membayangkan kalau kakek itu kakekku, apa yang akan aku lakukan?Apakah aku akan tega meninggalkannya?Aku sempat bertanya beberapa hal pada beliau dan beliau menjawab apa yang aku tanyakan, yang jelas nama beliau pak Edi mempunyai dua orang anak asal beliau dari padalarang, Bandung. Dan sekarang beliau mengaku tinggal didaerah depo stasiun Purwakarta(dan aku tak tahu dimana itu) bersama 2 orang lainnya dengan mengontrak. Beliau lebih banyak diam bila tidak ditanya, sekilas orang akan beranggapan macam macam dengan kakek ini. Yang jelas buatku adalah mata kakek ini menyimpan sesuatu yang sepertinya ingin bercerita banyak hal.

Seandainya waktu itu tidak singkat, mungkin mata beliau akan memulai ceritanya.

Merapi bersama kesendirianku...



Mungkin kali ini merapi menginginkan diriku menyendiri dan entah mengapa walau kali ini aku sendirian, ingin sekali menyentuhnya kembali. Apalagi saat aku tiba di Jogja cuaca saat itu hujan dan aku teringat sewaktu dibase camp wekas dan new selo aku kedinginan akibat guyuran hujan. Dan itu membuatku sedikit cemas bila harus kembali bertemu hujan, rasanya aku harus berjuang dengan rasa dingin berkali kali.

Merapi kali ini membuatku berjuang dengan semua rasa takutku, biasanya ada teman yang pasti menemaniku kini aku sendiri. Sempat aku berniat membatalkan juga setelah rere tak jadi pergi, tapi rasanya sayang kalau harus batal. Melihat puncak merapi yang selalu menyembul diantara awan putihnya, dan kegagahannya yang selalu menantang nyaliku untuk menyentuhnya kembali. Haruskah aku kembali kalah oleh ketakutanku sendiri???

Kepergianku kali ini ke Merapi benar sebuah uji nyali. Temanku Momon Alias Superman yang biasa tertarik dengan petualangan gilaku sedang diRinjani. Teman mas Bima masih dalam perjalanan, sepertinya dia bersama teman mas bima yang lainnya. Dan aku tetap dengan niatku naik ke Merapi apapun yang terjadi, sedikit nekat. Adikku pun menyangka aku berangkat dengan teman temanku, sedangkan dia sedang bersenang senang dipuncak Dieng dengan pemikirannya. Kalau tahu aku sendiri pasti dia akan mencoba melarangku dengan berbagai alasan yang pastinya juga tak pernah mempan he he he.

Aku berangkat dengan semua rencana yang aku susun sendiri, setelah sempat bertanya dengan mas Edi yang selalu memback up ku dari handphone. Itu yang membuatku sedikit percaya diri, mas edi sangat mengenal Merapi dan aku nyaman saja setiap hendak naik bertanya padanya dan berkonsultasi sedikit dengannya. Dan seperti biasa aku ambil rute melalui Magelang bukan Solo. Dan perjalanan itu jam 12.30  dari daerah Sleman dan aku pun memulai petualangan sedikit nekatku. Hari Jumat siang aku mulai perjalanan dari desa yang asri ini hingga sampai didaerah Blabak Magelang. Dan disetiap perjalananku, wajib mencicipi kuliner khas setempat dan aku mencicipi kupat tahu Blabak depan pabrik kertas sambil meneguk es teh tawar yang lumayan cocok dengan panasnya kota Magelang saat itu.

Rencana aku memang hanya tektok dan tidak ada rencana untuk ngecamp, persiapan tas kerilku hanya berisi sleeping bag dan matras bila diperlukan, rencana sih kalau ada temannya aku akan meninggalkan tas kerilku dan hanya membawa day pack hijauku saja. Sempat mas Bima menghubungiku untuk memastikan kalau aku jadi berangkat karena temannya sedang dalam perjalanan juga tapi melalui Solo dan bersama temannya jadi mereka berdua. Aku berkomunikasi dengannya dan kita bertemu dibase camp saja. Selanjutnya melanjutkan menuju base camp New Selo karena hari sudah mulai sore kendaraan sudah mulai jarang dan akhirnya aku memutuskan menggunakan ojek saja hingga base camp. Dan transportasi yang ada hanya itu hingga base camp, kecuali truk sayuran he he he.

Menikmati suasana sore dengan pemandangan khas pegunungan dan yang pasti cuaca hari ini sangat cerah, kalaupun udara lumayan panas tampaknya belum ada tanda tanda hujan akan turun. Semoga Merapi bersahabat denganku, dan aku benar benar pasrah dengan apa yang terjadi nanti. Aku berusaha menyiapkan diriku dengan hal hal yang diluar harapanku, sedikit realistis saja, ketika kita sendirian hanya pasrah dan niat yang tulus yang menemani perjalananku. Hampir satu jam lebih aku naik ojek hingga akhirnya sampai di base camp dengan ditemani cerita bapak yang aku tumpangi motornya, aku lupa namanya, beliau cukup baik dengan cerita cerita menariknya terlebih saat erupsi kemarin.

Jam 16.30 base cam New Selo..

Tempat ini kembali dan masih dengan ibu pemilik rumah yang pastinya masih sedikit mengenali wajahku walau pasti tak akan ingat nama. Karena beberapa bulan yang lalu aku mampir disini bersama teman temanku, dan menunggu mereka menggapai Merapi. Dan base camp ini masih sepi hanya ada satu orang didalam sleeping bag sepertinya sedang menunggu waktu naik nanti malam. Dan aku juga menunggu teman mas Bima yang juga berencana naik malam, jadi aku menghubungi temanku Superman untuk memastikan dia akan ikut atau tidak. Ternyata posisinya masih di Lombok dan sepertinya tak akan sampai Jogja malam ini. Jadi sangat pasti kalau posisiku sendirian, dan rencana menunggu teman mas Bima alternatif terbaik saat itu. Sambil menunggu aku mencoba beristirahat dan tak lama kemudian ada serombongan anak muda yang datang setelah aku dan sepertinya lumayan banyak. Aku sempat bertanya pada salah satu dari mereka kapan mereka akan naik? Dan entah bagaimana aku ditawari naik bareng mereka saja, karena tahu aku berencana naik sendiri dan sedang menunggu teman dari Solo yang baru tiba mungkin nanti malam.

Aku sempat bingung juga, teman mas Bima baru berangkat dari Solo jam 5 sore dan tiba mungkin jam 9 malam dan posisi aku juga belum mengenalnya. Toh, kita sama belum mengenal dan aku berpikir tak ada salahnya menerima ajakan mereka. Setelah memastikan aku tak mengganggu mereka nantinya. Dan aku akhirnya merubah rencanaku dan menelpon mas Bima kalau aku berubah pikiran, toh teman mas Bima sudah ada yang menemani jadi aku lebih tenang meninggalkannya.

Aku akhirnya bergabung dengan sebuah komunitas anak muda Boyolali  bernama Catper kalau tak salah ingat. Maaf teman kalau salah nama yah he he he...

Dan kami sempat mengobrol selama perjalanan, dan yang mengajakku bergabung dengan mereka adalah ryan alias Multono. Terimakasih buat Ryan yang begitu ramahnya dan wellcomenya denganku.Mereka adalah anak muda Boyolali yang menurutku begitu kompaknya, mereka berjumlah 15 orang dengan kondisi beberapa orang adalah teman sekolah dan yang lainnya satu orang teman ryan yaitu rasid, tiga orang gak terlalu jelas, yang masih bisa aku ingat adalah sisca,endah,ririn,nining,rizki dan dia yang paling muda dikelompok ini usianya baru 13 tahun Merapi ini perjalanan keduaya. Dan buatku salut juga ternyata nyali Rizki lebih hebat dibandingkan aku. Saat seusianya, aku baru berani naik sepeda ha ha ha

Rizki kerennn....

Perjalanan kami sangat menyenangkan, terlebih dengan berbagai hal yang terjadi khas anak muda. Dan yang pasti kami mulai naik dari pos New Selo setelah magrib sekitar pukul setengah tujuh. Bulan purnama begitu indah menemani perjalanan kami, setelah sebelumnya kami menikmati sunset yang manis dari pos New Selo. Sebuah awal perjalanan yang manis yang semoga nantinya akan selalu diakhiri dengan sebuah senyum kepuasan. Perjalanan kami sangat santai ditambah dengan iringan suara radio yang dibawa multono alias rian yang membuat suasana tambah heboh. Dan aktifitas beberapa orang yang mencoba mengupdate status jejaring sosialnya karena sinyal diawal masih baik.

Aku lebih tertarik dengan langit malam yang sangat cantik, bintang yang bertaburan diselingi cahaya bulan purnama sulit diceritakan. Kami masih berada disekitar ladang sambil memandangi cahaya lampu kota dibawah kaki gunung Merbabu dan Merapi. Ini sebuah ekspetasi yang lebih dari yang kuharapkan. Mungkin untuk beberapa orang hal ini sangat biasa tapi buatku pribadi pemandangan seperti ini yang selalu aku rindukan dari sebuah gunung. Kecantikan malam yang membuatku selalu terpesona dibuatnya. Dan bau udara khas yang tak akan pernah aku lupa, gelapnya malam yang selalu membuatku tertunduk menapaki jalan setapak sehingga tak ada lagi keangkuhan diri.

Perlahan pasti kami mulai menapaki perjalanan hingga pos pertama dan disini kami mulai mengatur strategi karena berkelompok dan jalur nantinya terpecah. Aku, multono alias rian,rasid dan rizki menggunakan jalur utama dan yang yang lainnya menggunakan jalur lumutan. Ini hanya agar semuanya bisa sama sama sampai tujuan yang telah mereka sepakati, aku hanya mengikuti rencana saja.

Saat dijalur utama ini beberapa pemandangan cantik terhampar layaknya sajian yang memang sengaja tersaji untuk kami yang ingin menikmati.

Tapi yang tak akan aku lupakan saat bersama mereka adalah membuatku tak pernah merasa tua he he he. Mereka membuatku teringat beberapa hal dan itu menjadikan perjalananku kali ini lebih berwarna dan banyak cerita. Aku tak pernah membuat batasan dalam diriku saat menjalani apapun dalam hidupku. Aku mencintai apa yang aku jalani dan perjalanan ini juga mempunyai cerita sendiri.

Sebuah kesendirian yang tak lagi menyendiri.

Dan sampai nanti hingga aku summit pun banyak cerita yang akan selalu menambah cerita kehidupanku semakin berwarna dan penuh  keindahan. Tak ada lagi dalam hidup ini yang harus aku kejar semuanya sudah aku terima, aku hanya tinggal menikmati dan menerima apa yang aku milik saat ini. Semua hal yang aku rasakan saat disinilah semakin membuatku merasakan diriku sendiri. Aku menyukai gunung dan semua misteri yang ada bersamanya. Pesona dirimu, bau khas dan udara dinginmu yang selalu mengalahkan aku. Semua hal yang selalu tak pernah bisa aku tebak apa yang akan aku dapati nantinya disana. Menguji ambang batas nyaliku yang selalu tak berarti disini. 

Ketakutanku dan semua yang selalu membuatku akhirnya tak tahu apa apa.
Semua itu hanya membuatku pada akhirnya merasakan sebuah nyawa, terutama saat aku tak bisa merasakan apa apa.

Kami sampai di pasar bubrah dan mulai menikmati pesona dingin malam itu.

Dan esok hari kami akan menikmati lagi sebuah bonus kehidupan dari Merapi dan terjalnya puncak Garuda bersama sisca,rizki,dan wied.

( Terima kasih untuk kalian semua...maaf kita pulang tidak bersama,salam manis untuk kalian yang manis, buat sisca terbukti kan kalau dirimu bisa sampai puncak merapi he he he, rizki imut...miss u, buat ryan alias multono makasih buat keramahanmu dan akhirnya bisa mengenal kalian walau singkat cepet selesein kuliahmu jangan ditunda tunda jadi MA )

Thursday 13 June 2013

Duri dan Aku...

Aku jadi inget waktu adikku dan aku iseng ngobrol gak jelas.Tiba tiba adikku bilang gini,”mbak...gw bisa baca garis tangan lo,sini garis tangan lo gw baca.” Sambil dia menarik tangan kiriku, kemudian dengan gaya dan mimik muka serius dia mencoba membaca garis tanganku dan aku tertawa tawa. 
 
“Males ah,kamu ketawa ketawa gitu, beneran tau, temen kampusku aja percaya,”sahut adikku kesal. Mungkin karena aku sedikit tidak percaya dan meremehkan kemampuannya. Aku bertanya padanya,”emang kamu belajar gitu?” Dia menggelengkan kepalanya dan menjawab,”gaklah, tapi percaya deh, gampang kok itu cuma masalah logika aja.

”Ah, kata siapa masalah logika,”sahutku menyanggah jawabannya."Yee, gak percaya...,” balasnya sambil menjambak rambutku dan melepas tanganku karena marah. Aku tertawa dan merayunya agar kembali membacakan hasilnya. “Gak mau ah, gak mood lagi,habisnya sebel...,” raut mukanya lucu kalau lagi marah, dan aku suka sekali melihat hal tersebut. Makanya aku paling sering iseng menggodanya sampai akhirnya dia marah dan aku yang nantinya pasti tertawa senang.

Akhirnya dia kembali membacakan hasil analisanya, dan beberapa ada yang benar dan aku beragumen kalau ada yang benar karena ia sudah tahu karakterku. Kami sempat berdebat  akan hal tadi, tapi yang penting buatku bukan masalah benar atau salah dan apakah sebuah kebetulan saja. Yang pasti ada beberapa hal yang membuatku menjadikannya sebagai bahan instropeksi diri.

Satu kalimat yang sangat kuingat adalah,”masalah kamu tuh sebenarnya diri kamu sendiri mba bukan apa apa, kamu tuh duri buat orang orang disekitarmu.”

Kata kata ini yang tidak aku sanggah!
Untuk hal ini aku setuju dengannya dan aku sangat sadar akan hal ini sejak lama hingga saat ini. Ya, masalahku adalah diriku sendiri dan ini hal yang tersulit aku hadapi: diriku sendiri. Itulah lawan terberatku,”DIRIKU SENDIRI”.

Dia hanya bilang,”hati hati dengan dirimu sendiri.” Dan hingga saat ini aku masih berusaha beradaptasi dengan diriku sendiri. Semua keegoisanku dan semua yang ada dikepalaku. Semua itu yang aku takutkan dan dia paham akan hal ini. Aku takut dengan diriku sendiri, terlebih ketika aku dipuji dan disanjung. Jujur aku menyukainya, sekaligus aku tidak menyukainya.
 
Dia juga bilang,”kamu tuh penakut dan masih mencari sesuatu.” Dan untuk hal ini dia memang paham betul tentangku. Aku memang penakut dan hingga saat ini aku memang dalam pencarian. Mencari makna hidupku dan untuk apa aku ada disini?Aku selalu mempunyai pemikiran bahwa setiap manusia diciptakan mempunyai sebuah maksud. Aku diciptakan bukan sebuah kebetulan, atau kebetulan ada?

Ketika orang bilang aku pintar atau aku baik dan sebagainya, aku takut. Karena sisi lain diriku akan meyukainya dan secara otomatis akan mengeluarkan “Aku” dan kesombongan itu yang pasti keluar. Dan aku takut akan efek yang terjadi setelahnya. Aku takut tidak bisa mengontrol semua hal tersebut.

Setiap saat aku berhadapan dengan diriku sendiri, dan aku tahu apa yang aku takutkan. Duri itu memang aku dan aku menyadarinya. Terlebih orang orang terdekatku, adikku salah satunya. Dia sangat mengenal aku dan sering merasakan duri duri yang menempel bersama diriku. Makanya aku sangat menjaga jarak dengan orang orang yang belum aku kenal dan baru mengenal aku.
 
 Duri yang sering aku tebarkan yang tak ingin aku tancapkan tapi kenyataannya aku dan duri satu kesatuan. Secara otomatis menjadi paket yang menyakitkan. Bibirku ini terlalu tajam menusuk, dan ini yang harus aku jaga, dan kenyataannya sulit! Kadang aku berbicara seperti lupa berpikir apakah menyakitkan buat orang atau tidak, ini yang seringkali menjadi masalah terlebih orang terdekatku.

Semakin orang mengenalku semakin tahu betapa sakit duri yang aku tancapkan. Padahal sepertinya tak ada maksudku untuk membuat orang tersakiti atau terluka. Tapi itulah aku, bersama semua keegoisanku. Aku menyadari hal ini dan akan selalu menjadi PR kehidupanku. Aku tak pernah menyalahkan apapun. Aku adalah aku. Dan akan selalu menjadi aku, hanya aku harus lebih waspada dengan diriku sendiri, sedikit saja aku lengah aku sendiri yang harus merasakan akibatnya.

Karena musuh terberatku adalah diriku sendiri. Lebih mudah melawan hal lain daripada diri sendiri, dan itu sebuah perjuangan. Hmm...

Jadi ingat sebuah cerita dalam buku karangan Antonie De Mello Doa Sang Katak 2 tentang seorang petapa Budha yang bernama Ryonen. Ia adalah cucu Shingen seorang prajurit terkenal. Ia dianggap sebagai salah seorang yang tercantik diseluruh Jepang dan seorang penyair dengan bakat besar.Ia menjadi pelayan Ratu Putri hingga sang ratu wafat. Karena kecintaan dan loyalitasnya ia terluka karena sang ratu wafat tapi ia malah memperoleh pengalaman batin mendalam hingga ia sadar sesuatu bahwa segala sesuatu akan berlalu dan ia memutuskan untuk mempelajari Zen. Tapi ia mendapat banyak tantangan terlebih dari keluarganya. Hingga ia membuat sebuah persyaratan dengan suaminya setelah melahirkan anak ketiga, ia bebas untuk menjadi apa yang diinginkannya. Tapi pada akhirnya bujukan suaminya tidak mempan dan akhirnya ia melaksanakan niatnya. Tapi saat mewujudkan apa yang diinginkannya tidaklah mudah. Beberapa kali ia ditolak menjadi murid para guru yang didatanginya. Alasan para guru tersebut sama, mereka menolaknya karena ia terlalu cantik. Menurut para guru tersebut itu yang nantinya akan menjadi sumber masalah. Akhirnya Ryonen membakar wajahnya dengan besi panas dan kecantikannya rusak, kemudian ia menghadap salah satu guru. Setelah melihat apa yang terjadi padanya, guru tersebut mau menerimanya menjadi murid. Dan ia menulis beberapa puisi. Dan sebuah puisi saat ia akan meninggalkan dunianya yang menarik :

Enam puluh kali mata ini telah memandang keindahan musim gugur...
Tak usahlah menginginkan lebih daripada itu.
Hanya dengarlah suara gemerisik pohon pohon cemara
Saat angin tak berhembus.