Friday 21 October 2011

Realita versus "Realita"


Melihat realita hidup terkadang membuatku miris dan berpikir,begitu rumitkah “kehidupan”?.

Melihat begitu kompleknya masalah kehidupan dan romantika yang menyertainya,terkadang membuatku merasa miris.

Apalagi kalau melihat begitu banyak berita yang terekspos oleh media entah televisi dan media cetak.

Begitu banyak hal yang terjadi dan membuat aku harus menarik nafas dalam dan terkadang mengelus dada.

Apakah memang begitukah realita?

Ditengah kondisi pemerintah yang carut marut dan kondisi kebanyakan rakyat yang berbanding terbalik.Memang tidak mudah mengelola sesuatu hal yang besar dan kompleks.
Untuk ruang lingkup yang sangat kecil saja seperti keluarga,butuh sebuah komitmen yang sangat tinggi dari pengelolanya.Karena tanpa komitmen yang baik semua hanyalah akan menjadi sebuah mimpi yang tak pernah nyata.Dan keluarga itu akan menjadi sebuah neraka kehidupan pada akhirnya.

Apalagi sebuah negara,aku tak bisa membayangkannya!

Bila sebuah negara yang notabene ruang lingkupnya sangat luas dan permasalahannya begitu sangat kompleks,dikelola dengan setengah hati.

Apa yang terjadi?

Hmmm....

Sepertinya kalau diperbandingkan dengan rumah tangga, sepertinya rumah tangga yang mungkin berakhir diujung tanduk “kuda”.(emang kuda punya tanduk?)

Sebuah tontonan yang akan menarik untuk dikomentari nantinya.Apabila sebuah negara dikelola tidak dengan hati.Seperti banyak hal yang terlihat dalam kehidupan nyata kita.Ditengah perkotaan yang seharusnya begitu banyak fasilitas yang sudah tersedia,masih saja ada orang orang yang tidak mendapat akses dalam berbagai hal.

Ada sebuah tayangan film dokumenter yang sedang dipelombakan dalam sebuah ajang penerimaan sebuah anugerah yang menceritakan realita tersebut.Dan terlalu naif kalau aku berkata itu sebuah rekayasa, seperti tayangan tayangan lainnya yang hanya berusaha menjual rasa iba.Aku tidak terlalu suka tayangan yang sangat menjual rasa iba dengan “bintang utama” entahlah siapa mereka,tapi sepertinya mereka tidak tulus dan tidak mengerti apa yang dirasakan “obyek” cerita.

Tapi untuk film dokumenter tersebut aku menyukainya.

Karena mudah mudahan ketika kepentingan yang menyertainya dan sponsor yang ada demi sebuah realita yang nyata, tanpa ada tendensi yang mengakhirinya hanya demi sebuah popularitas sesaat.

Sebuah independesi  yang tercipta dari sebuah “komitmen” beberapa orang.Walau tidak banyak, tapi melihatnya rasanya benar benar  tersentuh.

Tidak seperti tayangan yang judulnya “seandainya....”

Walaupun diakhir cerita menyisipkan sedikit tindakan moral  tapi apakah tindakan itu bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang?Terlebih untuk si bintang utama yang sepertinya hanya numpang beken dan “ingin menjadi artis”.Melihat tingkah polah mereka dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak menontonnya lagi hingga saat ini,walau aku penah menontonnya “cukup” pernah saja,tak lebih dari itu.

Kembali ke ajang penghargaan “film dokumenter” tersebut,ada beberapa tayangan yang sempat aku tonton walau tidak semua bisa aku tonton.Tapi cukup membuat aku tersenyum,ternyata masih ada tayangan yang menayangkan sebuah realita yang benar tulus,walaupun si pembuatnya mungkin menginginkan sebuah “kemenangan” pastinya.Tapi itu semua tidak lagi menjadi sebuah hal yang terlalu penting.Ketika orang lain “mengetahui” sesuatu yang “jarang” diketahui,padahal pada kenyataannya hal itulah yang terjadi.Walau mungkin menjadi sebuah ironi kehidupan tapi ketika kita mengetahui sesuatu tentang kehidupan,rasanya ada sebuah “idealisme” yang secara tidak sadar tumbuh.

Walau terkadang idealisme sering membuat kita tersingkir jauh dari “peradaban” tapi itu yang bisa membuat kita  merasakan sebuah nilai kehidupan.

Hanya sebuah nilai kehidupan yang membuat kita bisa mendengar suara hati kita.Dan dengan nilai kehidupanlah kita tetap bisa “merasakan” sesuatu.

Hmmm.....capek ahhh



No comments:

Post a Comment