Wednesday 6 February 2013

Di Balik Dinginnya Merbabu...


Merbabu...

Sebuah gunung berapi bertipe Strato, dan hal ini yang akan aku pahami nantinya. Letaknya yang secara geografis berada pada 7,5 ° LS dan 110,4° BT dan secara administratif berada di dua kabupaten yaitu Magelang dan Boyolali. Yang nantinya membawaku ke sebuah perjalanan renungan dan ini salah satu kado ulangtahun terindahku, walau telat 4 hari .


Perjalanan bersama teman teman baruku selain Yuni, kami semua berjumlah 12 orang dan aku yang baru pertama mengikuti trip mereka. Yuni sempat menawariku untuk pergi bersama dari Jakarta menggunakan kereta. Tapi karena hari rabu aku masih ada 1 jadwal materi kuliah tambahan, jadi aku memilih berangkat sendiri menggunakan bus dan bertemu dengan mereka di Wekas saja.

Persiapan Merbabu benar benar hancur hancuran alias tidak seperti aku biasanya, semua serba mendadak. Karena sebelumnya trip mereka beralih ke gunung lain karena cuaca dan info longsor di Merbabu. Dan hal ini yang akan membuat aku sedikit menderita nantinya. Ijin ibu dan lain lainnya aku dapat dengan metode terpaksa mereka beri, karena aku sudah siap berangkat dengan semua taktikku. Ibuku hanya takut dengan kondisi musim hujan, tapi aku berusaha menyakinkan beliau kalau aku akan baik baik saja dengan seijin beliau (apalagi ayahku...???)

Perjalanan dengan bus aku mulai hingga kutoarjo, aku sempat bertanya dengan temanku om kis yang berasal dari Magelang bagaimana akses menuju Wekas, dan aku sedikit punya gambaran walau tidak jelas. Dan ternyata Yuni cs malah berubah haluan menuju Kutoarjo dan tidak berangkat dari Jogja. Jadi lebih baik aku gabung saja.

Dengan angkutan kota, kami bersepuluh orang mulai menuju Wekas. Kami tiba di base camp Merbabu sekitar pukul 10.30 dengan sedikit incident angkot yang kami carter tidak kuat menanjak. Hingga kami harus berganti kolt sayur hingga base camp dengan diiringi rintikan hujan dan kabut.

Desa Kaponan adalah base camp Merbabu melalui jalur Wekas. Udara dingin khas pegunungan mulai menyambut kami, dan ternyata dinginnya lebih dingin dari Semeru. Ini baru base camp, gimana diatas nanti. Ternyata hujan tak mau berhenti, ia tetap berminat mengiringi keberangkatan kami. Dan kami mulai berangkat mendaki pukul.13.30 dengan rintikan hujan dan dinginnya udara kaki gunung Merbabu. Jumlah kami 12 orang ( Ricky, Yuni, Regina, Ejiie, aku, Prima, Mavril, Rikik, Anja, dengan tambahan formasi Naomi dan Ray yang datang menyusul dengan menggunakan ojek.

Trek awal adalah jalanan berbatu hingga kami mulai menapaki jalur yang telah di faving blok hingga nantinya kami menemukan jalur dengan tanah seperti biasa. Saat mulai memasuki vegetasi hutan pinus inilah sebuah petualangan lain menyertai pendakian kali ini.
Diawal pendakian inilah ada sebuah tragedi nyasar mode om Mat Erore. Karena memang semua berawal dari langkah Mat Erore, aku yang berada dibelakang sempat bertanya pada Naomi dan Ray yang berada dibelakangku apakah akan mengikuti? Dan sepertinya tanda diam aku anggap sebagai jawaban iya (kesalahan pertama...menganalisa sesuatu tanpa konfirmasi kejelasan).

Dan kami mulai mengikuti jejak jalur tersebut dengan pimpinan om mat erore,mavril,prima,aku,naomi,ray,ricky, kami berpikir jalur tadi pasti memotong lebih cepat. Karena didepan kami banyak anak BPI lainnya yang juga akan ke Merbabu. Semakin lama jalur kok malah terus trekking tak ada tanda melipir ke jalur yang tadi. Aku mulai bertanya pada Ricky yang memang berada persis dibelakangku apakah jalur ini benar? Karena beberapa kali aku pernah nyasar, jadi aku lebih sensitif bila ada sesuatu yang tak seharusnya he he he. Aku bertanya siapa yang GPS nya aktif ? karena kebetulan handphoneku sengaja aku matikan tak ada sinyal. Ricky mulai membuka GPS dan menurutnya memang ada jalur ini, hanya tak tahu akhirnya dimana.

Akhirnya kami terus berjalan dengan hujan yang tak berhenti sedikitpun. Jaket dan bajuku sudah basah kuyup terguyur hujan, sepertinya kami memang semakin jauh masuk ke jalur ini jadi terus sajalah sambil berharap ada sesuatu. Dan akhirnya kami bertemu dengan beberapa orang yang sedang melakukan latihan dasar survival. Aku melihat tenda bivak yang mereka buat dan baju yang mereka gunakan, dan mereka berasal dari MAPALA UTY. Petunjukpun kami dapatkan dari mereka dan akhirnya kami mulai melanjutkan perjalanan. Naomi dan aku wanita yang terjebak dalam jalur ini, aku sempat berpikir apa mungkin kami potong kompas? Semoga iya...

Mavril mulai terlihat kedinginan dan tampak kalau dirinya sudah kelelahan akibat dingin. Ini salah satu hal yang berbahaya dalam pendakian, Hipotermia. Aku mencoba mengingatkan teman teman yang lain akan kondisi mavril, sempat kami memasang flysheet saat beberapa teman yang lain mencoba memastikan jalur agar tidak semakin parah. Akhirnya memang jalur kami temukan dan kami harus menuruni jurang kecil karena posisi kami memang bukan pada jalur yang benar. Karena posisi Merbabu disebelah kiri kami harus mengambil jalur bukit disebelah kiri kami,sedangkan jalur kami tadi lebih ke kanan. Bisa dibayangkan kondisi masih hujan dan kami harus menuruni lembah kemudian dengan patokan jalur pipa air kami harus mendaki dengan sedikit memanjat dengan tas keril tetap menempel karena memang jalur yang kami lewati adalah lembah. Tapi seru juga, mencoba jalur yang beda, alibi pembenaran.

Akhirnya kami menemukan jalur yang benar, karena kami bertemu dengan teman teman BPI yang tadi rencananya kami ingin lewati. Dan akhirnya kami malah bertemu dengan mereka kembali, memang dasar kami berjodoh hmmm....

Tadinya kami berharap kalau nanti kami ketemu jalur, semoga jalur itu langsung menuju pos II.Ternyata kenyataannya lain, kami belum juga sampai di pos II. Kami masih harus menyusuri trek dengan kondisi hujan, aku tetap membawa tas keril dan daypackku sendiri. Toh teman teman yang lain juga sama payahnya jadi aku tak tega merepotkan mereka, walau ada yang mau berbaik hati membawakan daypackku. Ini konsekuensi yang harus aku terima . 

Masih teringat dalam benakku pesan mas edi, saat kamu mencoba naek ke atas gunung,  jangan makan punggung orang kira kira begitu petuahnya mbah Edi, artinya apa om? (kira kira jangan merepotkan orang, sok tahu deh aku... )

Mavril mulai tampak kepayahan dan pos II belum juga tampak. Aku menyarankan Ricky yang bisa berjalan cepat agar segera menuju pos II dan membuat tenda diatas kemudian baru membantu teman teman yang mulai kedinginan. Toh ada Mat Eror dan Ray yang memback up Naomi dan Mavril, daripada kami harus saling menunggu dan akhirnya malah membuat tubuh kami semua drop karena kedinginan. Aku masih bisa beradaptasi sementara, semoga aku tidak merepotkan kalian. Akhirnya Ricky segera berjalan dengan rencana tadi. Aku masih berjalan menemani Mavril, tampak kalau rasa dingin mulai mengerogoti dirinya, dan aku bisa merasakannya karena aku tahu bagaimana rasanya kedinginan.

Ternyata, tak lama Ricky sudah turun dan mencoba membantu membawakan barang barang teman kami dan ternyata diatas pos II, semangatttt teman....
Akhirnya tiba di pos II, waktu menunjukkan sekitar pukul 5 sore kurang lebihnya. Dan sebuah camping ground yang sangat luas, mirip dimana ya? Surya Kencana? Ranu Kumbolo? Pastinya Merbabulah.

Beberapa tenda sudah berdiri, dan aku mulai kedinginan, karena semua baju luar dan dalamku basah kuyup. Karena tenda satu masih dipakai untuk ganti baju, saat ada tenda baru berdiri aku segera masuk kedalam untuk berganti baju kemudian Naomi dan ternyata aku hanya membawa jaket satu dan tak ada cadangan seperti biasanya, celana panjangpun tinggal satu, waduhh?? Untung Naomi mau meminjamkan jaketnya, makasih Naomi...

Ternyata kemalanganku bertambah saat aku mulai membongkar tas kerilku, sleeping bag yang biasanya aku packing dengan plastik ternyata polos tanpa plastik alhasil sleeping bagku basah sebagian dan inilah penderitaanku di Merbabu. Aku tak mungkin menganggu temanku yang lain untuk berbagi SB denganku, mereka juga butuh kehangatan untuk mereka sendiri, ditambah kaos kakiku pun basah karena aku lupa memasukkan kedalam plastik seperti biasanya. Hmmmm.......

Akhirnya aku masuk kedalam tenda om Mat Erore bersama Regina dan aku tidur tanpa SB dan kaos kaki, aku hanya dipinjamkan sarung oleh om Mat Erore tapi sarung tak cukup untuk hawa dingin Merbabu. Celetukan tenda sebelah yang kami respon membuat gelak tawa yang membawa kehangatan diantara dinginnya Merbabu, dan kami tertawa lepas bersama angin dingin Merbabu. Dan malam itu menjadi malam yang sangat panjang untuk diriku, aku yang langsung tiduran sejak jam 9 malam tak bisa sedikitpun memejamkan mata. Padahal teman temanku bisa sangat tidur terlelap, tapi sudahlah ini resiko dan aku harus menerima mengigil semalaman.

Jam menunjukkan pukul 12 malam,saat aku masih terjaga dan suasana sepi mulai terasa. Aku yang tak bisa tidur mencoba bangun dan mulai berjalan keluar, ternyata pemandangan diluar sangat indah. Walau bintang tak terlihat tapi di ujung sana kerlip lampu kota dan siluet gunung entah Sumbing atau Sindoro tampak menjulang dalam kegelapan tampak sesekali kabut datang dan pergi. Aku mencoba menikmati dalam kesendirianku dan terdiam diluar dalam gelap. Ada sedikit rasa takut karena beberapa pepohonan tampak seperti siluet dan bermain dalam imajinasiku .

Akhirnya aku masuk kedalam tenda dan masih berteman dengan rasa dinginku dan mencoba  tertidur, tapi tidak berhasil.Jam menunjukkan pukul.03.05 dan tak ada alarm yang berbunyi, aku mencoba membangunkan rere dan mat eror apakah akan summit tapi tak ada respon dari Regina, mat Erore hanya menjawab,” gak tahu...dingin gak punya kaos kaki.” Aku hanya pasrah tak ada kawan summit nih, tenda lain tak ada geliat padahal suaraku pasti terdengar saat membangunkan Rere. Akhirnya aku tiduran dan entah aku sempat terlelap, tiba tiba aku mendengar suara ditenda Yuni, aku pun memanggil Yuni dan sahutannya aku dengar, “iya lis, kita mau summit...” Akhirnya...

Yuni tunggu aku, aku yang tak punya kaos kaki kering membungkus kakiku dengan kantong plastik baru memasukkan kaos kakiku yang basah dan mengenakan sepatuku yang sudah jelas basah juga. Dan day packku kami gunakan untuk membawa kebutuhan summit kami, semua kami packing satu tempat karena yang summit pagi itu hanya kami berempat dengan formasi Yuni, aku, ejii, dan Ricky satu satunya penjaga kami dan kami bertiga wanita yang ingin menikmati puncak Merbabu.

Jam menunjukkan pukul.03.40 WIB.

Pendakian puncak Merbabu kami mulai, trek masih menanjak tanpa bonus seperti sebelumnya. Jalur wekas sepertinya memang minim bonus mulai dari base camp. Sampai akhirnya kami berada dipertigaan pos pemancar, disini kami mulai foto yang paling narsis pastinya Ejiie, puncak saat ini bersahabat padahal saat kami bertemu pendaki lain dijalur menuju pos II beberapa pendaki yang sudah muncak mengingatkan kami akan kabut di puncak. Berarti Merbabu bersahabat dengan kami, walau memang sesekali kabut naik menghampiri kami tapi segera menghilang dengan cepat. Sunrise kami nikmati disini. Katanya juga didaerah sinilah biasanya angin kencang mendera para pendaki tapi pagi ini angin malah bertiup sepoi sepoi. Hampir 2 jam untuk mencapai pos pemancar ini.

Dan ternyata kami masih harus mendaki keatas dengan trek yang masih kurang lebih minim bonus dengan beberapa kali kami harus melewati jalur dengan aliran air hingga kami menemukan persimpangan yang kekiri adalah puncak syarif dan ke kanan adalah puncak kenteng songo. Kami harus naik turun untuk mencapai masing masing puncak, lumayan menguras tenaga, jadi kalau mau mending pilih saja salah satu.

Ada satu jalur sebelum pos helipad yang bau belerangnya cukup menyengat, tapi agak lupa sesudah pos pemancar atau?

Pemandangan mulai dari pos pemancar dan seterusnya sangat memanjakan mata, benar benar cuci mata nih. Perjalanan menuju puncak kenteng songo yang menurutku lumayan menantang dibanding puncak syarif. Terutama saat melewati jembatan setan dan kami harus sedikit panjat dan memanjat tebing kecil, lumayan memacu adrenalin. Disini kami bertemu mas mas dari jogja berjumlah enam orang kalau tak salah hitung. Mereka tadinya memilih puncak syarif saja, karena kalau harus ke kenteng songo harus mendaki bukit lainnya yang tampak jauh di mata. Dan aku kemudian menyahut,” gunung aja kalau dilihat dari bawah tinggi mas, tapi kalau dijalani buktinya kita udah sampe puncak, walau resiko betis kayak tales bogor dan nafas kayak ikan cupang dan capekkkkk.....”

Akhirnya mereka mengikuti hasutan kami he he he, lumayan ada yang nemenin kita dibelakang. Ricky ma yuni sudah jalan jauh di depan dan aku otomatis berpatner dengan ejii. Kena mereka ejii....dan bonusnya kami jadi foto model mereka  ( yang jelas sih Ejiii...)

Jadi teringat kutipan lagunya Ninja Hatori :
Mendaki gunung, lewati lembah
Sungai mengalir indah ke samudra?
Bersama teman bertualang...

Akhirnya kami tiba dipuncak kenteng songo sekitar pukul setengah delapan, terdapat batu dengan cekungan empat buah. Kami berfoto sebentar disini, tapi aku lebih tertarik puncak triagulasi disebelahnya. Dan aku mulai mengejar yuni dan ricky yang sudah berada disana. Latar belakang Merapi dengan awan putihnya memikat hatiku dan pesona Sumbing Sindoro berdiri manis didepan kami. Tak bisa aku gambarkan kenyataan apa yang kami lihat. Kado terindah yang aku dapat yang membuatku seakan berada dalam mimpi manisku. Tak sia sia kami diguyur hujan dan aku tak dapat tidur semalaman karena kedinginan. Diatas sini semua terbayar manis. Dibalik dinginnya Merbabu...






1 comment: