Wednesday 27 February 2013


Sebuah desa diantara gunung Merbabu dan Merapi. Desa pangikihan kec. Selo kab. Boyolali. Saat pagi hari aku mencoba berjalan seorang diri menikmati hawa sejuk dan memandangi apa yang tersaji di depan mataku. Membuatku semakin tak pernah bisa memahami semuanya. Bagaimana ini semua tercipta dan mengapa aku tak bisa mengerti?

Melihat aktifitas penduduk desa dan melihat kebersahajaan mereka. Senyum ramah mereka saat melihatku yang tak mereka kenal. Aku yakin mereka tahu aku bukan penduduk asli sana. Semua terlihat dari penampilanku. Anak anak kecil yang berjalan menuju sekolah mereka. Dan beberapa ibu dan orang tua yang memikul rumput gajah untuk pakan ternak mereka.

Boyolali terkenal dengan ternak sapinya dan hasil produksi tersebut.Aku jadi ingat temanku Mulyani yang asli Boyolali, saat dahulu aku main ketempatnya aku masih ingat dibelakang rumahnya terdapat sapi perah. Jadi memang tak salah kalau Boyolali terkenal dengan semua hasil ternak sapi mulai dari kulit sapi hingga susu sapi.

Dan disini jelas sekali kalau rumput gajah dipelihara. Suasana asli pedesaan dan kebersahajaan mereka yang membuatku menikmati suasana ini. Obrolan mereka saat membersihkan hasil kebun berupa sayuran dan sedikit aktifitas jual beli terdapat disana. Interaksi ini yang selalu membuatku rindu suasana pedesaan. Dan aku juga menyukai saat berada di desa ibuku atau ayahku berasal. Membuatku rindu dengan semua hal ini. Disini sangat jarang aku melihat sepeda onthel mungkin karena daerah pegunungan orang lebih menyukai berjalan atau menggunakan sepeda motor? Tidak seperti di desaku banyak sepeda onthel, cie...cie... desaku

Jadi ingat sebuah lagu masa kecilku..

Desaku yang kucinta pujaan hatiku,
Tempat ayah dan bunda
Dan handai taulanku,
Tak mudah ku lupakan
Tak mudah  bercerai
reff : Selalu ku rindukan desaku yang permai...

Desa yang permai dibawah kegagahan Merapi dan Merbabu...

Realitakah...?

Kp. Margamulya Desa Jati kab. Karawang.

Itu kalau aku tak salah alamat, secara tak sengaja aku mampir kedaerah tersebut. Tak ada yang terlalu spesial dengan kampung tersebut. Mungkin malah masalah klise yang banyak terjadi diberbagai tempat lainnya juga. Permasalahannya adalah daerah tersebut sangat dekat dengan kawasan industri dan hanya beberapa km dari pusat kota. Akses ke kampung tersebut sangat jauh dari kenyamanan. 
Jalanan tanah merah, bisa dibayangkan bila musim penghujan. Tapi memang kebanyakan jalanan kampung disini seperti ini, tidak seperti didaerah jogja atau jawa tengah dan sekitarnya. Jalanan kampung saja tak ada yang tidak beraspal, kalaupun ada mungkin prosentasenya kecil. Tapi disini sepertinya kebalikannya, jalanan kota saja berlubang apalagi kampung, rasanya masuk akal kalau dipikir. Padahal kota ini terkenal dengan kawasan industrinya, dan  pajak yang masuk ke pemerintah setempat pastinya subur.Atau tak ada pajakkah atau apalah namanya?

Pertama, setelah mengobrol dengan salah seorang ibu yang tinggal didaerah tersebut ternyata konsumsi air didapat dari sumur tadah hujan. Apakah air minum juga?
Aku mengerti ini saat aku hendak membasuh tanganku setelah makan. Mungkin kalau daerah tersebut jauh dari pusat kota dan masih termasuk daerah terpencil aku bisa sangat maklum, tapi ini masih dalam jangkauan pusat kota.

Sumur tadah hujan...

Aku yang mengerti sedikit tentang kesehatan lantas berpikir, apa yang menjadi masalah sebenarnya. Dan sepertinya tamparan manis melihat realita seperti ini. Apakah memang masyarakat disini yang tidak mengerti dan tidak bisa diberi pengertian?Ataukah memang tak ada yang memberi pengertian?
Ini hanya asumsi saja. Karena saat musim penghujan seperti ini air sumur masih berlimpah. Sedangkan saat musim kemarau mereka harus membeli air dengan harga 15 ribu untuk dua buah dirigen. Tak ada PAM masuk!!!menurut pengakuan si ibu. Apakah mungkin karena akses sulit, hingga PDAM kesulitan membuat pipa hingga daerah tersebut, tapi air yang dikelola PDAM juga tak lebih baik malahan seringkali air yang diterima butek seperti comberan. Tapi itulah realita

Aku sempat melihat sumur tadah hujan tersebut, ada sekitar 3 buah sumur seperti itu di kebun yang aku datangi. Dan sepertinya mereka terbiasa dengan kondisi tersebut, atau mungkin tak ada pilihan lainnya? Sepertinya tak ada pilihan lain dan terpaksa menerimanya.

Mungkin jika saat aku PTT dahulu dan daerahku misalnya tertinggal, hal tersebut  bukanlah hal yang aneh untuk diriku. Tapi ini berbeda kondisinya, atau aku yang tak tahu? Bisa dibayangkan kalau harus membuat sumur tanah dengan pompa mungkin butuh biaya yang lumayan jadi mereka membuat yang mudah saja. Alasan yang jelas aku tak tahu, jawaban yang sangat mudah juga adalah tidak tahu.

Dan akhirnya aku tidak tahu harus bersikap apa dengan kondisi tersebut?

Hakikat Manusia...

Ketika manusia tidak lagi dianggap manusia dan hanya diperlakukan sebagai mesin pekerja, manusiawikah hal tersebut?

Terkadang produktifitas dianggap sebagai acuan kinerja pekerja. Karena ada produk yang dihasilkan, berarti ada kompensasi yang akan diterima pekerja dari produktifitas tersebut. Misalnya bonus, jaminan kesehatan terpenuhi, makan dan sebagainya, logis dan sebanding bukan?

Tapi kenyataannya seringkali tidak seperti itu. Ketika uang atau keuntungan menjadi pemikat sang pemilik usaha rasanya pekerja akan selalu dianggap sebagai mesin dan tak akan dianggap manusia. Ia akan diperlakukan untuk bisa bekerja dan bekerja menghasilkan keuntungan. Dan ketika kita mulai sakit akibat kelelahan, apakah semuanya sebanding?Ditambah jika ternyata ada perusahaan atau pemilik usaha yang tidak menjamin kesehatan pekerja atau karyawannya dengan baik, manusiawikah?

Maksudnya ada yang menjamin tapi dengan syarat, misalnya untuk beberapa penyakit berat atau yang sering terjadi seperti kaum wanita yang melahirkan atau dijamin tapi diberi batasan biaya, rasanya setengah hati memberinya. Bahkan beberapa penjamin kesehatan seperti asuransi sendiri tak mau kehilangan keuntungan akibat hal tersebut, dengan alasan melahirkan bukan penyakit dan sebagainya.

Atau penyakit stroke dan penyakit menahun yang lainnya yang membutuhkan perawatan lainnya, bukankah premi berjalan itu yang kita bayar?
Sedikit keluar dari tema sepertinya.

Intinya jaminan kesehatan suatu hal yang penting bagi siapa saja karena kesehatan hal yang utama bagi seorang manusia. Karena ketika manusia sehat apapun bisa dilakukannya dan ketika manusia sakit tak ada yang bisa dilakukannya. Dan sehat itu menjadi mahal ketika kita sudah merasakan sakit. Ketika harus dirawat atau dilakukan tindakan medis, mungkin bagi orang yang berlebihan uang bukan menjadi masalah. Tapi ketika kejadian ini terjadi pada orang yang untuk kebutuhan pangan saja masih belum terpenuhi, mereka akan berpikir sepuluh kali untuk membuang uangnya. Apalagi kesehatan yang mungkin bagi mereka bukan hal yang paling pokok.

Pernahkah kita memposisikan diri kita sebagai orang yang sedang mengalami kesulitan tersebut?ini untuk yang memiliki uang lebih yah, yang stok uang tak pernah berkurang. Coba bayangkan anda diposisi mereka, tak punya uang dan harus masuk rumah sakit. Jangan bilang punya simpanan uang dong...Jangankan untuk disimpan, uang yang mereka dapatkan dalam sehari saja belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, jadi apa yang harus disimpan. Jaminan kesehatan dari pemerintah dong, apa iya semuanya terjamin dan mendapat fasilitas tersebut? Yang lebih miris jika yang tidak terjamin adalah pekerja dibidang kesehatan sendiri, maksudnya?yah...jika hal tersebut terjadi pada pekerja yang bekerja dibidang kesehatan, manusiawikah?

Rasanya ini menjadi pemikiran kita semua untuk bisa mengangap manusia sebagai manusia. Menempatkan kodrat manusia pada hakikatnya...dan memperlakukan manusia lainnya sebagai manusia seutuhnya, apapun itu!!!!!

Hmmm...


Thursday 21 February 2013

Selingkuh Atau Permainan Hati?

Selingkuh....

Kata ini aku kenal ketika pertama kali aku menjadi saksi bisu temanku yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya dan berlanjut hingga beberapa pertemuan tanpa sepengetahuan pasangannya, kecuali aku. Sebelumnya aku tak mengenal kata tersebut, karena aku memang belum pernah mengalami hal tersebut. Dan anehnya aku beberapa kali menjadi saksi bisu, dan beruntung semua yang pernah aku saksikan tak pernah berakhir dengan PERCERAIAN.

Pernikahan mereka masih baik baik saja hingga saat ini. Ini yang aku amini.
Ini benar terjadi didalam sebuah pernikahan, dan sepertinya tidak hanya pada pernikahan teman teman yang aku kenal. Kalau kita mau melakukan penelitian dan sample yang kita temui mau jujur, pasti pernah melakukan perselingkuhan.Jangankan yang sudah berumah tangga, orang yang pacaran saja atau tunangan saja ada yang melakukannya.

Pertanyaannya adalah apa yang membuat hal itu terjadi?
Apakah bosan dengan pasangan? Atau memang karakter orang tersebut yang memang menyukai petualangan cinta? Rasanya tak bisa kita simpulkan segampang itu.

Mungkin kejenuhan yang menjadi faktor utama penyebab tersebut.Tapi kalau aku melihat contoh kedua orang tuaku, seingatku tak pernah mereka terlibat keributan karena orang ketiga. Atau aku yang tak  tahu, sepertinya memang tidak. Ayahku bukan tipe yang macam macam dan ibuku juga walau susah diatur bukan tipe yang penasaran dengan milik orang ha ha ha

Kembali kecerita awal, teman temanku juga bercerita tentang mengapa mereka tertarik dengan apa yang pernah mereka lakukan. Benang merahnya adalah kejenuhan dan seharusnya bukan hal tersebut yang dilakukan. Komunikasi diantara mereka yang menurutku tidak berjalan dengan baik. Ego terkadang bermain diantaranya.

Saat aku menemani mereka secara sengaja atau tidak, aku tak pernah berusaha berkomentar banyak. Buatku mereka adalah individu dewasa yang mengerti apa yang mereka lakukan. Tugasku adalah membuat mereka menyadari bahwa apa yang telah mereka miliki selama ini adalah yang terbaik untuk mereka. Bukankah rumput tetangga memang terlihat lebih hijau. Hanya kelihatannya saja, ketika anda mencoba masuki semuanya akan terlihat sama tak beda. Jadi kenapa harus membiarkan apa yang telah anda miliki hilang begitu saja. Memang merawat dan memelihara lebih sulit dibandingkan saat mendapatkannya atau memilikinya.
Tapi berbicara memang selalu lebih mudah dibanding saat kita berada dalam posisi tersebut!

Aku mungkin bukan sahabat yang baik yang tidak pernah melaporkan hal tersebut kepada pasangan mereka. Aku tak berani merusak kepercayaan yang sudah diyakini oleh pasangan sahabatku. Aku hanya berusaha membuat sahabatku tersebut memahami dengan sendirinya apa yang telah mereka lakukan,  baik atau tidak biar mereka sendiri yang menilai sendiri. Jadi aku hanya memberi wacana berpikir saja, toh tak ada rumah tangga sahabatku tersebut yang berakhir dengan perceraian pada akhirnya. Aku tak pernah menganggap mereka salah atau benar, aku juga bukan manusia sempurna yang mungkin bisa melakukan hal yang sama. Dan aku kurang menyukai perceraian. Aku sangat menghargai kesetiaan...

Dan aku berusaha agar mereka tetap bersama, ada anak anak yang menanti belaian kasih sayang dari kedua orangtuanya. Aku selalu miris dengan anak yang tak bisa merasakan belaian kasih sayang kedua orangtuanya karena alasan apapun. Rasanya ingin memberi cinta ini pada mereka agar mereka merasakan hal yang sama. Tapi apa daya aku masih dalam tahap berbicara...