Tuesday 23 September 2014

Tanpa Judul

     Pertama kali naik gunung seperti halnya pengalaman kita belajar sesuatu. Seperti pertama kali kita belajar naek sepeda, ada rasa takut pastinya begitu mendominasi tetapi keinginan untuk mengetahui gunung seperti apa menjadi penyeimbangnya . Begitu banyak hal yang mengejutkan dan menjadikannya sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Dan setiap gunung mempunyai cerita dan sensasinya sendiri, tak ada yang sama dalam setiap petualangannya.

Gunung gede adalah gunung pertama yang membuat saya jatuh cinta dengan semua sensasinya. Saya belajar filosofi dari sebuah gunung dan merasakan seperti menemukan diriku. Bagaimana gunung bisa mengajarkan  kita untuk menemukan arti sahabat, dan mengajarkan untuk tidak menyerah dengan keadaan saat kita merasa sudah kelelahan dan merasa tak berdaya ditengah perjalanan. Berusaha membuat kita kembali ingat akan mimpi dan tujuan awal dari sebuah pendakian, seperti mengingatkanku akan tujuan hidupku sendiri. Intinya gunung membuat penikmatnya, mengerti mengapa mereka mau mendaki sebuah gunung.

    Banyak cerita yang menyertaiku selama mendaki gunung mulai dari cerita lucu, bahagia, sedih, dan menegangkan. Mulai dari pengalaman pertamaku berjalan sambil tidur saat mendaki gunung gede, dan saat temanku merasa jantungnya akan meledak karena kelelahan. Ini menjadikan aku mengerti bahwa mendaki gunung adalah bagian dari olahraga jadi pemanasan sangat penting bila kita akan mendaki sebuah gunung, kecuali jika memang kita sudah terbiasa olahraga setiap hari. Sangat dianjurkan bila kita akan mendaki gunung, beberapa hari sebelum pendakian lebih baik kita membiasakan diri dengan lari kecil (jogging) agar kaki tidak kram ( Ini pengalamanku saat mendaki gunung gede untuk pertama kali).

    Dan setiap gunung mempunyai karakter sendiri seperti halnya manusia, tidak ada gunung yang sama persis. Misalnya ada gunung yang mempunyai lintasan atau trek yang tidak dominan, seperti ada trek berpasir dan berbatu sekaligus dengan tanjakan curam langsung atau malah ada gunung yang sangat landai diawal tetapi saat menuju puncak lintasan atau trek langsung menanjak curam. Seperti saat aku mendaki gunung semeru dan rinjani atau merapi, gunung tersebut mempunyai kesamaan trek pasir sangat mendominasi saat menuju puncak. Walau sama ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda dan ini yang menjadikan sebuah pendakian tidak pernah membosankan. Gunung selalu menyajikan nuansa “magis” yang membuat orang tertentu merasakan sebuah candu. Mereka seperti merasakan bahwa mendaki sebagai sebuah kerinduan, merasakan bagaimana rindu akan kebersamaan dengan teman teman saat mendaki bersama. Rindu akan keceriaan saat makan bersama dan bisa bersama mencapai puncak sebagai bonus pendakian. Bahkan rindu saat kami merasakan penderitaan bersama semisal saat kami kehujanan bersama, lapar bersama, dan saat bajuku kebasahan ( karena kesalahanku saat packing) hingga harus meminjam pakaian teman yang lainnya. Disitulah sebuah pendakian menjadi sebuah hal yang menurutku tak akan pernah terlupakan dan bagaimana pendakian membuat orang membantu tanpa harus mengenal terlebih dahulu. Dan membuatku belajar bagaimana packing yang baik dan benar, seperti kehidupan itu sendiri bagaimana kita menyusun agar tidak memberatkan nantinya he he .

    Pengalaman kehausan dan kehabisan logistik karena beberapa hal mengajarkan arti berbagi dengan tulus, karena saat kita pernah merasakan kehausan atau kelaparan kita akan mengerti hal tersebut dengan lebih baik.

    Terkadang teman yang baru kita kenal dapat menjadi sahabat yang menjaga kita juga. Pengalaman mendaki gunung merapi sendirian membuat aku berkenalan dengan beberapa orang yang tulus menjadi sahabat tanpa berpikir banyak hal. Bagaimana rian dkk begitu ramah dan tulus mengajakku yang sendiri mendaki,  bergabung bersama padahal kami tak pernah saling mengenal sebelumnya. Dan bang Tiran dkk di Humpa, yang begitu hangat menyambutku layaknya kawan lama saat mendaki gunung Tambora terlebih saat melihatku sendiri. Mereka benar benar menjagaku hingga puncak Tambora.

    Gunung buatku sebuah pengalaman sekaligus bonus kehidupan yang luar biasa. Bagaimana aku bisa memahami mengapa orang jaman dahulu melakukan ritual kepercayaan atau berdoa diatas puncak gunung. Jauh jauh mereka berdoa hingga berada diatas puncak gunung. Itu yang menjadi pertanyaanku dahulu dan kini aku mengerti jawabannya. Ketika kita merasakan perjuangan mencapai sesuatu, sepertinya kita lebih bisa menghargai hasilnya kemudian. Dan saat di atas puncak terkadang kita merasa lebih religius, saat memandang semua begitu kecil dari puncak dan membayangkan diri kita bagian dari kekecilan itu dan melihat kebesaran yang tersaji didepan. Tak ada sekat saat kita berada diatas puncak, sepertinya kita menghadap langsung kepada sang pemilikNya. Disitulah nilai religi sebuah gunung.

    Tapi dibalik semua hal yang indah dari sebuah gunung. Gunung juga mengajarkan banyak hal tragis. Saat mendaki gunung, walaupun kita mungkin pernah mendaki gunung lebih dari sekali jangan pernah meremehkan sebuah gunung. Berpikir seperti kita baru mendakinya pertama kali, karena terkadang kesombongan membuat kita membayar mahal hasilnya. Ketika kita merasa mendaki seperti pertama kali biasanya orang akan lebih berhati hati. Sehingga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi misalnya tersesat atau hilang bahkan terjatuh.

    Hal yang terpenting yang harus dilakukan atau dimiliki bagi pendaki yang terutama adalah mental yang baik bukan nekat. Karena terkadang kita harus membuat keputusan yang menyangkut orang lain dan bahkan menentukan diri kita sendiri. Logika harus selalu berjalan dalam sebuah pendakian dan tim yang baik akan menghasilkan pendakian yang membawa semua anggota tim kembali dalam keadaan selamat bukan hanya sebuah bonus “puncak”. Pengetahuan menjadi sebuah hal yang mutlak dimiliki seorang pendaki, misalnya kita akan mendaki gunung ceremai sebaiknya kita mengetahui karakter gunung seperti apa dan apa saja yang kita butuhkan disana dengan medan yang nantinya kita tempuh. Jadi persiapan yang baik menjadi harga mati agar pendakian menjadi nyaman dan menyenangkan, karena kita sudah mengerti apa yang akan kita temui saat mendaki. Banyak referensi yang dapat dijadikan modal awal kita mendaki, entah dari teman, buku atau media sosial  dan teknologi yang berkembang. Peralatan pendakian standar wajib dimiliki oleh pendaki selain peralatan tambahan, tergantung karakter gunung yang akan kita daki. Karena untuk gunung tertentu ada beberapa peralatan khusus, seperti gunung es.

    Banyak pembelajaran yang aku dapat selama mendaki gunung, bagaimana keegoisan tidak berlaku disini! Seperti halnya kehidupan, gunung menjadi guru yang dapat menjadikan kita pribadi yang lebih baik. Selamat mendaki gunung.

Kenapa Manusia Harus Berpikir...

Kehidupan kita adalah hasil dari sebuah pikiran. Aku pernah membaca sebuah buku yang berjudul “Anda Adalah Apa Yang Anda Pikirkan”. Dan kata – kata itu baru aku bisa pahami beberapa saat ini. Entah bagaimana, kita begitu terkontrol oleh pemikiran kita sendiri. Coba saja anda pikirkan sesuatu, misalnya saja rasa bosan, ketika kita berpikir hidup kita membosankan ternyata yang kita rasakan akhirnya perasaan bosan dan jenuh, mungkin perasaan itu juga hasil dari sebuah pemikiran? Itu hanya pemikiran kepalaku saja he he he

    Yang  paling  penting dari itu semua adalah kenapa pemikiran itu ada dalam diri kita? Makhluk hidup yang lainnya apakah mempunyai pemikiran seperti kita? Rasanya jawabannya mungkin tidak atau karena kita tidak tahu saja pemikiran mereka?

    Manusia hanya terdiri dari tiga elemen menurutku, yang pertama dan utama adalah jiwa kemudian pemikiran dan yang terakhir adalah raga atau fisik. Tapi sekali lagi ini adalah pemikiranku!! Masalah benar atau tidak, ini hanya sebuah pemikiran. Kenapa aku berpikir seperti itu, karena itu yang membuat manusia merasakan sebuah “kehidupan”. Coba saja kita berpikir ketika orang mengatakan seseorang “mati”, apa yang sebenarnya terjadi? Orang meninggal atau mati hanyalah ketika kita tidak lagi mempunyai pemikiran apapun dan tidak terikat lagi pada bentuk fisik atau raga kita lagi. Apakah ada yang bisa menceritakan ketika orang mati atau meninggal masih mempunyai pemikiran bosan atau perasaan lain atau keinginan dan entahlah apa yang ingin dipikirkan orang itu?

    Jadi sepertinya pemikiran dibutuhkan dan mungkin ada untuk membuat manusia itu tetap “hidup”. Pemikiranlah yang membuat manusia hidup dalam “kehidupan” yang dijalaninya. Pemikiran kitalah yang menciptakan kehidupan kita. Ini bukan masalah takdir atau hal – hal yang bersifat ghaib. Maksudnya begini, ketika kita menginginkan sesuatu atau berpikir tentang sesuatu dan fokus, entah bagaimana kita mempunyai semangat untuk berusaha mewujudkan pemikiran itu dan ketika kita bisa fokus dengan hal yang kita pikirkan itu, hal itu menjadi sebuah “kenyataan”. Aneh bukan? Sepertinya tidak...

    Manusia mempunyai pemikiran mungkin kalau dalam sebuah komputer, pemikiran adalah sebuah program, jadi pemikiranlah yang menjalankan raga atau fisik kita dan jiwa yang menjadi “Penyempurna” dan pengendali kontrol. Asikk...(ngomong apa sih aku???)

    Jadi kita membutuhkan pemikiran untuk bisa menjalani sebuah kehidupan, tanpa pemikiran mungkin kita tidak akan tahu bagaimana menjalani kehidupan ini dan hanya mengikuti naluri dasar atau insting saja. Inilah yang membuat manusia berbeda dengan makhluk hidup yang lainnya, mungkin saja. Berarti kita memang berbeda dari makhluk yang lainnya kan? Tapi terkadang perbedaan ini yang menjadi batu sandungan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Coba saja kita lihat, bagaimana ketika manusia sudah menggunakan pemikirannya, banyak hal yang tercipta dan menjadikan kita seperti “pencipta” bukan? Entah hasil penciptaan kita itu bermanfaat atau tidak, pemikiran kita menghasilkan sesuatau bagi kehidupan kita baik secara pribadi atau mungkin keseluruhan. Ketika kita mulai tertarik dan mulai tercipta banyak hal bagi kehidupan kita, yang awalnya mungkin untuk mempermudah kehidupan itu sendiri ternyata ada hal yang mungkin harus kita terima ketika kita tidak lagi bijak menggunakan kemampuan dan pemikiran kita sendiri.

    Kecenderungan manusia untuk sombong adalah batu sandungan dari pemikiran itu sendiri. Ketika kita tidak lagi bisa bijak menggunakan pemikiran dan hasil dari pemikiran itu sendiri, makhluk lainnya lah yang mungkin menjadi “korban”. Ketika kita terlalu serakah dan merasa “lebih”, hal itu yang menjadi batu sandungan kita sendiri.

    Lihatlah bagaimana makhluk lainnya bisa dengan bijak menggunakan apa yang memang mereka butuhkan untuk “hidup” tidak meminta lebih. Ketika ular hanya memakan tikus hanya sebagai pemenuh kebutuhan bertahan hidup saja tidak lebih. Apakah ada luar yang memakan tikus sebagai bahan permainan saja? Sepertinya aku belum mendengarnya. Karena mereka memang tidak mempunyai pemikiran lain selain makan untuk bertahan hidup. Ketika alam sudah diciptakan dengan semua keseimbangannya pada  awal penciptaannya mungkin alam akan tetap dalam”keadaaannya”.

Dan ketika kita “merasa” sebagai pencipta dan merasa ada yang harus dirubah, kita sendiri yang membuat perubahan bagi alam itu sendiri. Dan jangan pernah menyalahkan siapa- siapa, karena yang mempunyai pemikiran hanyalah kita manusia. Makhluk lainnya hanya menjalani “insting” mereka sebagai bagian dalam alam itu sendiri. Ketika kita sadar kita bagian dari alam itu sendiri, mungkin hal itu yang bisa membuat alam tetap dalam keseimbangannya. Kita sudah mempunyai bagian kita sendiri. Ketika kita bisa mencipta dan berpikir, pemikiran kita baiknya kita gunakan untuk menyeimbangkan alam ini, bukan malah merusaknya dalam “keserakahan”. Entah untuk alasan ekonomis atau untuk alasan bertahan hidup.
   

Kenapa Harus Kami Wanita Yang Menjadi Objek...




“Dian...tadi sebel deh mba,masak tadi pas naek motor tangan dian dipegang orang sambil lewat gitu,kan nyebelin jadi aku maki maki aja tuh orang,” cerita teman kerjaku saat kami bertemu hari ini.

 “Emang orang tadi naek motor juga?”, tanyaku kemudian.

 “ Iya mba...pantesan dian udah curiga dari tadi, kok orang itu naek motornya agak aneh...”, lanjutnya bercerita.

 “ Aneh gimana ?,” tanyaku ingin tahu.

“Iya aneh aja mba, soalnya pas dian lihat dispion orang itu ada dibelakang motor dian,” lanjutnya.

“Padahal dian sengaja gak ngebut soalnya trauma jatuh waktu itu,jadi naek motornya kan pelan tuh dan orang itu ada dibelakang Dian terus”, lanjut cerita temanku tadi.

“Nah, Dian kan jadinya penasaran, nih orang mau kemana sih, terus Dian coba kencengin naek motornya, eh dianya ikutan ngebut, terus Dian pelanin orangnya juga ikutan pelan,aneh kan mba,” sahut temanku tersebut.

“ Terus gimana?”,lanjutku bertanya.

“Ya pokoknya, dian jadi takut aja, terus ngebut sampe belokan, pas  Dian mau belok dia tiba tiba ngebut sambil megang tangan Dian yang sebelah kanan sambil menyentuh payudara, Dian kan jadi kaget terus spontan aja keluar makian eh dianya malah meringis, nyebelin banget kan,”sahutnya kesal.

Dan aku bisa merasakan hal yang menyebalkan yang sama dengannya, karena aku pernah mengalaminya dan menurutku itu sudah masuk kategori pelecehan seksual.

“Padahal kan siang gitu, terus jadinya orang pada nanya sama Dian kenapa, terus aku jawab aja gak tau tuh orang aneh,” masih dengan nada kesal.

“Mungkin orang gila kali neng...,”sahut orang yang mendengar ocehan temanku saat itu.

“Emang orang itu ngikutin kamu darimana?,” rasa ingin tahuku kembali muncul.

“Tadi pas dilampu merah kan sempet berhenti nah orang itu ada disebelah Dian, padahal Dian udah paling pinggir banget, gak tau kalau orang itu emang ngikutin Dian, soalnya gak ngeh juga,” ceritanya kembali.

“Nyebelin banget deh mba, jadinya kan nakutin kalau pergi pergian gitu,” sambil menaruh tas kerjanya dan melanjutkan melampiaskan rasa kesalnya.

Aku masih mendengarkan ceritanya.

“Waktu mba gimana?,” dia bertanya dan aku menceritakan saat beberapa waktu yang lalu aku mengalami hal tersebut. Aku bisa mengerti apa yang dirasakannya saat itu karena saat aku mengalaminya benar benar menyebalkan, rasanya kalau tidak saat dijalan raya ingin aku tampar dan tonjok saja orang itu. Padahal temanku memakai jaket panjang dan tidak ada yang aneh dalam hal berpakaian, wajah tertutup helm walau pastinya orang tadi melihat raut wajah temanku tadi. 
 
Yang jelas aku hanya menjawab,” orang sakit jiwa tuh ...”

“Iya ya mba..kalau gak kelainan jiwa ngapain coba ngelakuin hal tadi bikin orang kaget dan nakutin, nanti pulang mau minta dikawal suami dulu ah, takut...”lanjutnya kemudian.

Aku tersenyum dan agak sedikit kesal juga mendengar ceritanya, kalau masih saja ada orang yang senang membuat teror seperti itu dan orang yang seperti itu harus disebut dengan “teroris” juga. Karena ia menebarkan teror atau rasa takut pada orang lain.

Padahal tak ada yang aneh dengan diri kami, kalau temanku cantik apa dia salah terlahir cantik dan apakah harus ia mengalami hal tersebut karena ia cantik?Rasanya bukan masalah cantik atau tidak, ini masalah moral??

Rasanya setelah mendengar cerita temanku itu, jangan jangan masih banyak wanita lain yang mungkin mengalami hal yang sama dengan yang kami alami. Berarti diluar sana banyak orang yang mengalami kelainan jiwa yang berkeliaran dengan amannya, yang setiap saat bisa mengganggu kami para wanita.

Ada lagi cerita temanku lagi saat mendengar cerita temanku tadi. Dia bercerita saat dia berada didalam kereta api lokal. Dan semua orang pasti bisa membayangkan kalau kereta tersebut pasti penuh sesak. Dan menurut cerita temanku, dia bertemu dengan “coli” istilah yang dia gunakan. Aku sendiri kurang paham dengan istilah tersebut, cuma dia menceritakan kalau “coli” itu adalah lelaki yang mempunyai kebiasaan menggesek gesekan alat kelaminnya saat suasana kereta penuh sesak dan korbannya adalah wanita didepan “coli” tersebut. Dan temanku mengalami hal tersebut. Entah apa yang dialami orang tersebut, kalau sensasi ingin menikmati kenikmatan seksual, aneh saja kalau harus disaat ramai seperti itu dan memanfaatkan keadaan yang seperti itu. Kalau aku sebut kelainan seksual???

Jadi apa sih yang harus kami lakukan saat harus berada dalam keadaan seperti itu? Aku sempat bilang pada temanku teriak aja biar orang tahu kelakuan orang sakit itu dan malu sekalian kan pas banyak orang tuh jadi orang pasti banyak yang dengar. Temanku hanya bilang,” takutlah mba...banyak orang disana dan ada teman temannya, padahal dia pake baju rapih dan berdasi, aku pindah tempat aja dan aku pelotin gitu mba,” lanjut temanku yang lain.

“Kenapa cuma dipelototin aja, teriak biar malu sekalian, kalau besok ketemu lagi,”lanjutku mengomporinya.

“Takut diapa apainlah soalnya kita kan perempuan dan mereka laki laki, belum tentu yang lainnya nanti bantuin kalau aku teriak, kalau pas turun kita diincer kan malah jadi punya masalah baru,” lanjut temanku bercerita.

Dan permasalahannya adalah laki laki yang tidak bisa menghormati wanita seperti itu harus diapakan? Jangan bilang salah perempuannya itu sih dengan alasana bla bla bla. Kalau anda yang bilang seperti itu adalah laki laki juga bagaimana jika anda diposisi kami wanita? Apakah kalian akan berkata seperti itu juga?

Ini yang harus menjadi perhatian kita para wanita jika berada ditempat keramaian seperti kereta atau tempat umum agat tidak mengalami hal hal yang tadi sempat aku ceritakan. Kalau ada yang bilang itu sih resiko jadi wanita? Rasanya yang bilang seperti itu harus berpikir dua kali saat mengatakannya. Kami wanita baik baik yang bertemu dengan pria tidak baik itu mungkin permasalahannya. Dan karena kami kerap kali dianggap lemah akibatnya adalah kami sering kali menjadi dan dijadikan objek. Padahal terkadang situasi yang membuat seperti itu. Kami tak pernah meminta dilahirkan dengan jenis kelamin tertentu bukan?