“Kamu mau pelihara puffy?,” tanya temanku beberapa hari yang
lalu.
Akupun langsung menjawab,”gak ah....”
“Emang kenapa?,”lanjut temanku sedikit penasaran.
“Males aja...lagian aku takut anjing,”sahutku kemudian.
“Eh...lucu tau,gak bakal di gigit kok kalau kita
pelihara,”temanku berusaha meyakinkanku.
Dan aku pun tetap dengan pendirianku untuk berkata”tidak”.
Memang lucu sih,aku juga pernah lihat temanku bermain main
dengan anak anjingnya.Cuma rasanya kalau harus memelihara dan merawat
mereka,aku gak tau sanggup gak.
Aku hanya berpikir merawat mereka sama halnya dengan
memiliki “anak”.Harus punya perhatian khusus dan waktu untuk bersama
mereka.Sedangkan aku masih lebih senang bepergian dan aku kan kurang sensitif.
Nanti kalau aku lagi “cuek” dan menginginkan diriku
sendiri,kasihan kan mereka hanya kubiarkan bermain sendirian.
Pastinya mereka tidak hanya sekedar dipelihara,diberi
makan,atau diberi tempat.
Mereka juga walau seekor binatang,pastinya butuh lebih dari
sekedar “dipelihara”.
Aku pernah punya pengalaman
yang mengenaskan dengan binatang.Ayahku senang dengan binatang peliharaan mulai
dari “monyet” pernah dipeliharanya,kalau gak salah inget namany si jalu,dulu
ayahku dapat dari kalimantan,katanya sih dikasih.Karena waktu itu kami masih
kecil, jadi senang saja waktu si jalu datang.Memang sih hanya monyet biasa
jenis kelaminnya laki laki,katanya usianya sekitar 1 tahun jadi masih kecil dan
lucu.Oleh ayahku,si jalu diikat dibawah pohon jambu yang ada dirumah kami.Karena kami tinggal di
kompleks perumahan waktu itu,jadi banyak anak anak lain yang juga senang
melihat tingkah si jalu.Rupanya si jalu senang jadi pusat perhatian,semakin
banyak yang melihat dan mengganggunya semakin aneh saja tingkah polahnya.Ayahku
pun membuatkan rumah kayu untuk si jalu,masih di pohon jambu itu.Jadi si jalu
lebih mudah masuk kedalam rumahnya.
Untuk aku yang masih kanak
kanak,hadirnya jalu membuat kelucuan tersendiri apalagi melihat gerak geriknya
yang terkadang tampak sangat menggemaskan.Setiap pulang sekolah kami pasti segera
ketempat Jalu berada.Berusaha mengganggunya sambil memberikan jatah
makanannya.Suara teriakannya yang keluar saat kami ganggu membuat kami semakin asyik
dengan keberadaan si Jalu.
Semakin lama aku semakin dekat
dengan si Jalu,ternyata aku menyukainya dan timbul rasa kasihan padanya.Apalagi
karena melihat dia terikat oleh rantai dipinggangnya,pernah aku lepas dan saat
itulah kesempatan si Jalu lari.Emang dasar binatang liar,nalurinya untuk pergi
bebas tetaplah ada.Jadi sekali itu dia kabur,tapi karena waktu itu ayahku tahu
jadi si Jalu pun ditangkap kembali dan aku dimarahi karena melepas rantai yang
terikat padanya.Padahal kan aku cuma iba saja.
Mulai dari saat itu, aku tak
pernah berani lagi melepas rantai di pinggangnya.Karena aku takut dia lepas dan
lari lagi,kemudian dia tidak ada lagi di rumah kami.
Hampir sekitar 6 bulan lebih,si
Jalu bersama kami dan kami terlebih aku benar benar menyukainya,karena pertama
kalinya aku berinteraksi dan memiliki binatang peliharaan walaupun sebenarnya
aku hanya penggemar si Jalu saja.Yang merawat dan memelihara si Jalu yang
sebenarnya ya ayahku tadi.
Melihat tingkah lakunya
seringkali membuat aku tertawa,apalagi si Jalu ini benar benar monyet narsis
kalau menggunakan istilah anak muda sekarang.Tampak sekali kalau ia senang
diperhatikan.Tapi tetap saja naluri liarnya selalu ada,pernah sekali waktu aku
dicakarnya sewaktu bermain dengannya,mungkin saat itu aku mengganggunya jadi
dia tidak nyaman dengan perlakuanku dan akibatnya akupun dicakar.Untung saja
tidak menimbulkan luka serius dan aku tidak sampai terkena “rabies” he he he he
Tapi memang sangat menyenangkan
memiliki si Jalu saat itu.
Seperti memiliki mainan
baru,yang bisa membuat kita terhibur dan senang.
Sampai suatu hari....
Siang itu seperti biasanya
sepulang sekolah,setelah berganti baju aku langsung berlari mencari si Jalu
ditempat biasa.
Tapi saat itu aku tidak
melihatnya,aku juga tidak melihat rantai panjang yang biasanya tampak
menjulur,walaupun si Jalu sedang tidur di rumah kayunya.
Ahh...apakah dia kabur lagi?pikirku
saat itu.
Segera aku mencari ayahku dan
bertanya padanya.
Dan aku terkejut setelah mendapat
jawaban ayahku kalau si Jalu “mati”.
Aku terdiam tak berkata
apapun,karena saat itu aku masih anak anak jadi langsung saja air mataku
terurai karena sedih.
“Kenapa mati...?” sambil
menangis aku bertanya pada ayahku.
Kemarin sore gak papa kok
sekarang mati?pikirku tak percaya.
Aku memang tidak percaya kalau
si Jalu “mati”.
Bagaimana bisa??
Kalau kemarin saja aku masih
bermain bersamanya dan dia masih memperlihatkan kelucuannya.
“Kenapa sih pak..?” lanjutku
masih tampak penasaran dan tidak puas.
Ayahku pun menjelaskan kalau si
Jalu “mati” karena terjerat tali rantainya sendiri.
Aku masih tidak percaya saat
itu,karena aku tak melihatnya “mati”.
Sepertinya ia pergi dalam
pikiranku,seperti yang pernah dilakukannya.
Mungkin ia memang ingin bebas,
Tapi rasa kehilangan itu begitu
terasa saat itu,
Tak ada lagi loncatan loncatan
yang sering dia lakukan,atau suara yang dikeluarkannya saat kami mengganggunya.
Gayanya saat mengunyah pisang
kegemarannya,dan masih banyak lagi hal hal yang dilakukannya yang masih dapat
kuingat dengan jelas
“Jalu oh Jalu....”
Sejak saat itu aku tak lagi
tertarik dengan binatang peliharaan,walau ayahku tetap saja menyukai binatang
peliharaan dari ikan hias,burung berkicau.Tak ada lagi yang menarik bagiku
selain si Jalu.
Buatku Jalu bukan sekedar
“binatang” karena pertama kali aku mengenal yang namanya binatang secara nyata
dan memberi “kesan” tersendiri.
Rasanya membiarkan mereka
berada di alamnya mungkin lebih “bijak” buatku.Karena ia tak perlu lagi “mati”
karena terjerat rantai pengikatnya,tapi “mati” karena memang siklus alam yang
melakukannya.Aku merasa bersalah pada si Jalu.
Seandainya saja tak ada rantai
yang mengikatnya,mungkin dia masih bisa bertahan hidup beberapa tahun lagi.
Tapi sudahlah....
No comments:
Post a Comment