Tuesday 4 June 2019

Jalu...


“Kamu mau pelihara puffy?,” tanya temanku beberapa hari yang lalu.

Akupun langsung menjawab,”gak ah....”

“Emang kenapa?,”lanjut temanku sedikit penasaran.
“Males aja...lagian aku takut anjing,”sahutku kemudian.
“Eh...lucu tau,gak bakal di gigit kok kalau kita pelihara,”temanku berusaha meyakinkanku.
Dan aku pun tetap dengan pendirianku untuk berkata”tidak”.
Memang lucu sih,aku juga pernah lihat temanku bermain main dengan anak anjingnya.Cuma rasanya kalau harus memelihara dan merawat mereka,aku gak tau sanggup gak.
Aku hanya berpikir merawat mereka sama halnya dengan memiliki “anak”.Harus punya perhatian khusus dan waktu untuk bersama mereka.Sedangkan aku masih lebih senang bepergian dan aku kan kurang sensitif.

Nanti kalau aku lagi “cuek” dan menginginkan diriku sendiri,kasihan kan mereka hanya kubiarkan bermain sendirian.
Pastinya mereka tidak hanya sekedar dipelihara,diberi makan,atau diberi tempat.
Mereka juga walau seekor binatang,pastinya butuh lebih dari sekedar “dipelihara”.

Aku pernah punya pengalaman yang mengenaskan dengan binatang.Ayahku senang dengan binatang peliharaan mulai dari “monyet” pernah dipeliharanya,kalau gak salah inget namany si jalu,dulu ayahku dapat dari kalimantan,katanya sih dikasih.Karena waktu itu kami masih kecil, jadi senang saja waktu si jalu datang.Memang sih hanya monyet biasa jenis kelaminnya laki laki,katanya usianya sekitar 1 tahun jadi masih kecil dan lucu.Oleh ayahku,si jalu diikat dibawah pohon jambu  yang ada dirumah kami.Karena kami tinggal di kompleks perumahan waktu itu,jadi banyak anak anak lain yang juga senang melihat tingkah si jalu.Rupanya si jalu senang jadi pusat perhatian,semakin banyak yang melihat dan mengganggunya semakin aneh saja tingkah polahnya.Ayahku pun membuatkan rumah kayu untuk si jalu,masih di pohon jambu itu.Jadi si jalu lebih mudah masuk kedalam rumahnya.

Untuk aku yang masih kanak kanak,hadirnya jalu membuat kelucuan tersendiri apalagi melihat gerak geriknya yang terkadang tampak sangat menggemaskan.Setiap pulang sekolah kami pasti segera ketempat Jalu berada.Berusaha mengganggunya sambil memberikan jatah makanannya.Suara teriakannya yang keluar saat kami ganggu membuat kami semakin asyik dengan keberadaan si Jalu.

Semakin lama aku semakin dekat dengan si Jalu,ternyata aku menyukainya dan timbul rasa kasihan padanya.Apalagi karena melihat dia terikat oleh rantai dipinggangnya,pernah aku lepas dan saat itulah kesempatan si Jalu lari.Emang dasar binatang liar,nalurinya untuk pergi bebas tetaplah ada.Jadi sekali itu dia kabur,tapi karena waktu itu ayahku tahu jadi si Jalu pun ditangkap kembali dan aku dimarahi karena melepas rantai yang terikat padanya.Padahal kan aku cuma iba saja.
Mulai dari saat itu, aku tak pernah berani lagi melepas rantai di pinggangnya.Karena aku takut dia lepas dan lari lagi,kemudian dia tidak ada lagi di rumah kami.

Hampir sekitar 6 bulan lebih,si Jalu bersama kami dan kami terlebih aku benar benar menyukainya,karena pertama kalinya aku berinteraksi dan memiliki binatang peliharaan walaupun sebenarnya aku hanya penggemar si Jalu saja.Yang merawat dan memelihara si Jalu yang sebenarnya ya ayahku tadi.

Melihat tingkah lakunya seringkali membuat aku tertawa,apalagi si Jalu ini benar benar monyet narsis kalau menggunakan istilah anak muda sekarang.Tampak sekali kalau ia senang diperhatikan.Tapi tetap saja naluri liarnya selalu ada,pernah sekali waktu aku dicakarnya sewaktu bermain dengannya,mungkin saat itu aku mengganggunya jadi dia tidak nyaman dengan perlakuanku dan akibatnya akupun dicakar.Untung saja tidak menimbulkan luka serius dan aku tidak sampai terkena “rabies” he he he he
Tapi memang sangat menyenangkan memiliki si Jalu saat itu.
Seperti memiliki mainan baru,yang bisa membuat kita terhibur dan senang.

Sampai suatu hari....
Siang itu seperti biasanya sepulang sekolah,setelah berganti baju aku langsung berlari mencari si Jalu ditempat biasa.
Tapi saat itu aku tidak melihatnya,aku juga tidak melihat rantai panjang yang biasanya tampak menjulur,walaupun si Jalu sedang tidur di rumah kayunya.
Ahh...apakah dia kabur lagi?pikirku saat itu.

Segera aku mencari ayahku dan bertanya padanya.
Dan aku terkejut setelah mendapat jawaban ayahku kalau si Jalu “mati”.
Aku terdiam tak berkata apapun,karena saat itu aku masih anak anak jadi langsung saja air mataku terurai karena sedih.
“Kenapa mati...?” sambil menangis aku bertanya pada ayahku.
Kemarin sore gak papa kok sekarang mati?pikirku tak percaya.
Aku memang tidak percaya kalau si Jalu “mati”.
Bagaimana bisa??
Kalau kemarin saja aku masih bermain bersamanya dan dia masih memperlihatkan kelucuannya.
“Kenapa sih pak..?” lanjutku masih tampak penasaran dan tidak puas.
Ayahku pun menjelaskan kalau si Jalu “mati” karena terjerat tali rantainya sendiri.
Aku masih tidak percaya saat itu,karena aku tak melihatnya “mati”.
Sepertinya ia pergi dalam pikiranku,seperti yang pernah dilakukannya.

Mungkin ia memang ingin bebas,

Tapi rasa kehilangan itu begitu terasa saat itu,
Tak ada lagi loncatan loncatan yang sering dia lakukan,atau suara yang dikeluarkannya saat kami mengganggunya.
Gayanya saat mengunyah pisang kegemarannya,dan masih banyak lagi hal hal yang dilakukannya yang masih dapat kuingat dengan jelas

“Jalu oh Jalu....”
Sejak saat itu aku tak lagi tertarik dengan binatang peliharaan,walau ayahku tetap saja menyukai binatang peliharaan dari ikan hias,burung berkicau.Tak ada lagi yang menarik bagiku selain si Jalu.

Buatku Jalu bukan sekedar “binatang” karena pertama kali aku mengenal yang namanya binatang secara nyata dan memberi “kesan” tersendiri.
Rasanya membiarkan mereka berada di alamnya mungkin lebih “bijak” buatku.Karena ia tak perlu lagi “mati” karena terjerat rantai pengikatnya,tapi “mati” karena memang siklus alam yang melakukannya.Aku merasa bersalah pada si Jalu.

Seandainya saja tak ada rantai yang mengikatnya,mungkin dia masih bisa bertahan hidup beberapa tahun lagi.
Tapi sudahlah....




No comments:

Post a Comment