Tuesday 27 August 2013

Sepenggal Cerita Memikat Tambora...

 
Pendakian dimulai pukul.04 pagi.

Aku yang sejak tengah malam sudah mulai sulit tidur, berusaha untuk mengobrol dengan bang iping beberapa hal dan menikmati langit malam. Udara malam tambora saat itu tidak dingin malah cenderung hangat buatku. Atau mungkin karena banyaknya api unggun membuat udara sekitar lebih hangat? Padahal yang aku ketahui tentang Tambora, udara diatas sangat ekstrim dinginnya ( menurut literatur yang sempat aku baca ). Padahal jaket hangat yang sekaligus dapat aku jadikan raincoat sudah aku siapkan, karena aku sangat tidak tahan udara dingin. Ternyata malam itu belum berfungsi, aku masih bisa hanya menggunakan sleeping bag dan tidur diluar tenda. Padahal biasanya jangankan diluar tenda, didalam saja aku masih bergumul dengan jaket plus sleeping bag serta kaos kaki. Apa sleeping bagnya yang keren?? He he he

Sepertinya aku bisa beradaptasi cuaca malam itu.

Pos 3 menuju pos 4...

Trek yang langsung mendaki dengan ditemani gelapnya malam dan rimbunnya semak belukar berduri tajam menjadikan pendakian pertamaku ke Tambora semakin seru. Aku hanya mengikuti langkah kaki bang Tiran yang berada didepanku. Trek mulai sedikit bonus, tanjakan dengan kemiringan diatas 50° mulai menghadangku. Awal aku masih bisa mengikuti ritme langkah kaki bang Tiran, semakin lama aku mulai kewalahan. Sempat aku mengingatkan beliau untuk memperlambat ritme langkah kakinya agar aku bisa mengatur pernapasanku yang amburadul mengimbangi langkah kaki beliau. Bang Tiran yang sabar ya jalan denganku he he he.

Aku masih mencoba mengatur pernapasanku. Diam adalah alternatifku mengatur kerja paru paruku. Iri rasanya melihat bang Tiran yang sepertinya tak ada masalah dengan hal tersebut. Trek yang harus kutempuh hingga pos 4 sekitar 2 jam. Dengan hiasan tanaman jelatang mendominasi jalur menuju pos 4 ini. Ada jalur dimana kita harus berjalan diatas pohon tumbang  panjang dengan tanaman jelatang dikanan dan kirinya. Ini aku ketahui saat turun dari puncak siang harinya. Terlihat jelas tanaman jelatang tumbuh subur pada kanan dan kiri jalur tersebut. Beberapa kali aku meminta bang Tiran beristirahat sejenak, terlebih saat mendekati pos 4. Vegetasi saat mendekati pos 4 didominasi cemara gunung dan ada satu momen aku berada dijalur yang hanya dipenuhi ilalang dengan sedikit cemara. Langit malam begitu tampak luas terlihat, bintang tampak semarak diatas dengan bulan diantaranya dan aku meminta bang Tiran beristirahat sebentar disini. Aku ingin menikmati pemandangan ini, aku langsung rebahan diatas ilalang dengan hanya beralas daypack, sempat aku melihat bintang jatuh tapi sayang tak sempat aku mengucap apapun karena terlalu takjub he he he

Perjalanan kami lanjut terlebih saat melewati pos 4, karena hari sudah pagi pos ini dapat terlihat jelas tanpa shelter berada diantara pepohon cemara. Saat pulang turun, bang Tiran malah menceritakan beberapa cerita mistis gunung Tambora. Tapi itu semua aku anggap sebagai bumbu yang menambah seru rasa petualangan gunung Tamboraku.

Perjalanan dari pos 3 menuju pos 4 lumayan seru selain pos 2 menuju pos 3. Trekking langsung, bonus tanaman jelatang kalau tidak hati hati, beruntung jaket yang aku gunakan cukup melindungiku. Jadi tanaman itu hanya sesekali membuatku merasakan perasaan panas dan perih.

Pos 4...

Jam menunjukkan pukul.6.15 WITA semakin keatas dominasi padang sabana dengan cemara gunung menghiasinya. Mendaki bukit adalah bonus setelah pos 4, karena hari mulai terang semakin jelaslah pemandangan sekitar. Keindahannya mulai terlihat tak kalah dengan jalur sembalun Rinjani dan Merbabu, terlebih setelah melewati pos 5. Cemara gunung yang kering meranggas menambah anggun keindahan padang sabana Tambora. Jarak pos 4 ke pos 5 tidaklah sepanjang pos 3 menuju pos 4. Waktu yang kami butuhkan sekitar satu jam dengan langkah santaiku dan istirahat sebentar dengan trek yang cukup landai.

Pos 5...

Sebuah dataran yang dapat digunakan untuk camp dengan sumber air yang dapat digunakan sebagai cadangan air. Tapi air disini harus pandai pandai memilih, karena tidak sejernih dipos 2 dan sebelumnya tapi masih dapat digunakan he he he Trek cukup landai, jam menunjukkan pukul 7.15 waktu setempat.

Perjalanan selanjutnya kita masih mendaki bukit dengan kecuraman yang lumayan menguras tenaga, hampir mirip bukit penderitaan Rinjani tapi tidak sebanyak Rinjani. Nyaris sedikit bonus tapi pemandangan disini buatku sangat indah. Sayang kalau tidak dinikmati karena semakin keatas kita mempunyai pemandangan dengan suasana berbeda. Semakin keatas kita dapat melihat pemandangan pulau satonda dan laut, karena cuaca sangat cerah tampak menjulang beberapa puncak gunung. Terlebih saat mendekati kaldera kita dapat melihat puncak Rinjani dan puncak gunung Agung. Dan saat itu edelweiss Tambora bermekaran walau tak sebanyak Papandanyan dan Gede, rasanya mereka mempunyai pesona tersendiri.

Puncak Tambora sudah tampak selepas pos 5, saat telah melewati bukit dengan cemara dipuncaknya. Tampak berada disebelah kanan saat kita melintasi jalur dan saat matahari terang jalur menuju puncak sangat jelas terlihat dan ini yang sempat membuatku stress juga. Sempat aku bergumam dalam hati karena melihat jalur tersebut terlihat sangat jauh. Sempat hopeless juga, tapi aku sudah bertekad aku harus sampai dipuncak itu apapun caranya. Aku sudah sejauh ini dan semuanya harus tanpa sia sia. Lelah sudah jelas, kaki sudah mulai terasa pegal hanya semangat yang masih aku punya. Trek masih mendaki dengan kecuraman hampir 60 °. Bang Tiran berada dibelakangku dan tampak hanya kami berdua yang mendaki saat itu, kebanyakan orang sudah mendaki mulai malam hari dan saat itu sudah mulai menuruni puncak. Kami berpapasan dengan beberapa orang dan tampak 4 orang WNA beristirahat setelah lelah mendaki, aku sempat menyapa mereka dan mereka memberi semangat padaku dan mengatakan Tambora cantik. Mereka berasal dari Perancis, aku tak boleh kalah dengan mereka. Mereka saja bisa menikmati kecantikan Tambora maka aku pun mempunyai kesempatan yang sama. Aku harus sampai...

Lelah semakin terasa terlebih rasa haus, karena bang Tiran berada jauh dibelakangku aku tak bisa meminta air minum. Aku mulai kehausan dengan terik matahari langsung menerpaku karena vegetasi disini mulai berkurang hanya padang sabana. Aku sempat meminta minum pada beberapa orang yang berpapasan denganku, tampaknya puncak Tambora sudah menguras habis air minum mereka hingga tak ada lagi yang bisa mereka beri padaku. Ditambah lagi ada seorang yang bertanya padaku mengapa naik terlalu siang? Diatas mulai kencang angin dan kabut turun,”saya saja cuma sampai bukit itu tuh.” (sambil menunjuk bukit yang dimaksud ). Sempat ciut juga nyaliku (puncak masih tampak jauh ), tapi aku merasa yakin ada bang Tiran yang menemaniku dan aku harus mencoba sampai batas terakhir kemampuanku. Beruntung ada seorang yang masih memiliki sebotol air minum berisi sekitar 500 ml dan memberikannya padaku, kalau bukan diatas gunung rasanya aku tak ingin minum air itu karena sangat jelas kalau air itu berwarna kecoklatan dengan bonus rerumputan didalamnya. Tapi rasa hausku lebih besar dari yang lainya, air itu seperti oase yang melepas dahagaku dan memberiku semangat.

Bang Tiran tidak tampak didekatku dan selanjutnya aku berjalan sambil menunggu jarak aku dan beliau tidak terlalu jauh. Saat aku dapat melihat keberadaan beliau aku melanjutkan langkahku, jalur sangat jelas aku hanya tinggal mengikuti saja. Ternyata selepas pos 5 kita masih membutuhkan sekitar 3 jam perjalanan menuju puncak, dengan kontur tanah yang lumayan terjal hingga mendekati kaldera Tambora yang mulai didominasi tanah berpasir dan beberapa edelweiss. Pemandangan disini tak kalah cantiknya.

Saat mendekati kaldera Tambora aku semakin bertambah semangat hingga lupa kalau bang Tiran tidak tampak dibelakangku. Saat melewati pasir dan mendekati bibir kawah aku tersadar bahwa aku sendirian tak ada orang, bang Tiran tak jua tampak padahal langkah kakiku sudah mulai aku perlambat. 
 


Aku melihat kesekelilingku tak ada orang, aku sendirian, panas mulai terasa menyengat kulit walau tudung jaket sudah aku pakai. “ bang Tiran...,” aku mulai meneriakkan nama bang Tiran beberapa kali, dan aku tak mendengar sahutan. Kalau bang Tiran mengajakku bercanda saat ini sepertinya waktunya tidak tepat. Seharusnya bang Tiran tidak jauh dariku karena beliau dapat dengan mudah menyusulku walau dibelakangku, ritmenya memang seperti itu. Aku masih dapat melihat  keberadaan beliau menyusulku. Aku mulai ketakutan, aku masih memanggil nama beliau dan aku masih belum mendengar sahutan, angin diatas memang bertiup lumayan kencang tapi tidak berkabut.
 
Aku mulai berpikir kembali atau meneruskan langkahku. Jalur menuju puncak tampak jelas dan bibir kaldera tampak didepanku, tapi aku takut sendirian. Hampir sekitar 10 menit aku diam dan berteriak ,akhirnya aku memutuskan kembali berbalik mencari bang Tiran ( sebuah keputusan yang lumayan bodoh sebenarnya).

Akhirnya aku kembali menuju batas bukit dan kaldera, dan setelah 5 menit lebih berjalan bang Tiran tampak berjalan mendekatiku. Ah, bang Tiran ini bikin aku ketakutan saja he he
Beliau dengan santainya menjawab,” maaf tadi aku ketiduran sebentar.”

Gubrak... Ketiduran???

Aku ketakutan dirimu ketiduran bang he he he

Ya sudahlah permintaan maaf sudah lebih dari cukup, toh sekarang kan kita harus lanjut menuju puncak. Perjalanan kami lanjutkan hingga berada dibibir kawah Tambora yang luar biasa besar. Kaldera raksasa yang cantik tampak jelas didepan mataku, rasanya seperti mimpi saja. Keindahannya tak bisa terkatakan, pantas saja bule tadi bilang,” it’s beautifull..”

Hmmm...

Kami berfoto disini dan aku mengabadikan beberapa kesempatan menikmati kecantikan kawah tambora. Kata bang tiran terkadang kawah tambora tidak selalu dapat dilihat dengan jelas terlebih bila hari mulai beranjak siang, karena kabut kadang menghalangi pemandangan dibawah kawah. Dan kali ini aku beruntung masih dapat menikmati kawah tambora dengan sangat jelas. Danau yang berwarna kehijauan nun jauh disana, dan anak gunung Tambora yang terlihat kecil dari atas sini. Padahal katanya ketingiannya sekitar 2 meter lebih dan tidak bertambah, kata bang Tiran he he he

Beberapa kali aku diingatkan oleh bang Tiran saat menikmati kawah Tambora agar berhati hati saat berpijak. Karena struktur tanah dibeberapa tempat labil sehingga rawan longsor. Menurut cerita beliau diameter kawah selalu bertambah karena tanah longsor. ( Buku yang pernah aku baca mengatakan diameter kawah tambora sekitar 6 km berarti sekarang pasti bertambah... )

Rasanya kalau saja terik matahari yang menyengat dan puncak tambora masih menantiku diatas serta angin yang mulai bertiup kencang. Aku masih ingin berlama lama disini, jalur menuju puncak masih tampak terlihat lumayan jauh dari bibir kaldera dan sang waktu terus berjalan tanpa jeda.

Kami melanjutkan perjalanan dan panas membuat rasa haus semakin terasa, beberapa kali aku membasahi bibirku dengan jilatan lidahku ( hi...jijik ha ha ha) agar menghemat air yang semakin minim.

Jalur menuju puncak tampak terjal dari bawah padahal kalau dijalani biasa saja, debu pasir mulai menerpa wajahku dan aku mulai berlindung dengan syalku. Material pasir bercampur kerikil dan bebatuan  mulai mendominasi jalur menuju puncak. Disini mulai berhati hati karena terkadang licin terlebih saat turun. Dan setelah tertatih tatih beberapa jam, akhirnya kami tiba diatas puncak tambora sekitar pukul.10.30. Puncak tidak terlalu luas, hanya berupa dataran dengan tiang dengan bendera yang mulai usang dan terobek hampir setengah bagian. Mungkin karena kencangnya angin diatas. 
 
Hanya sujud syukur yang bisa aku lakukan saat kaki ini menjejak puncak Tambora. Mengingat semua perjalanan panjang yang aku lakukan, menjadikan semuanya sebuah keajaiban yang mengagumkan untuk diriku pribadi. Tulisan ini tak cukup menceritakan semua hal yang sudah aku lalui untuk mencapai salah satu mimpi besarku menggapai Tambora.

Terimakasih tak terhingga atas semua hal yang aku dapatkan, terlebih bang Tiran yang menemaniku hingga puncak Tambora. Terimakasih bang dan juga teman teman HUMPA dan komunitas lainnya yang sempat bertemu di beberapa pos... maaf kalau merepotkan dirimu dan teman teman. Terimakasih juga sudah menemaniku ke pantai lakey walau kemalaman akhirnya. Rasanya aku tak bisa membalas keramahan kalian dan maafkan kalau diriku membuat kalian terganggu dengan beberapa hal, mohon maaf teman teman...

Semoga aku masih diberi waktu menikmati Tambora Menyapa Dunia tahun 2015 dan dengan jalur yang lainnya yang tak kalah serunya!! ( Jalur Off Roadnya... Mimpi.com )



No comments:

Post a Comment