Wednesday 27 February 2013

Realitakah...?

Kp. Margamulya Desa Jati kab. Karawang.

Itu kalau aku tak salah alamat, secara tak sengaja aku mampir kedaerah tersebut. Tak ada yang terlalu spesial dengan kampung tersebut. Mungkin malah masalah klise yang banyak terjadi diberbagai tempat lainnya juga. Permasalahannya adalah daerah tersebut sangat dekat dengan kawasan industri dan hanya beberapa km dari pusat kota. Akses ke kampung tersebut sangat jauh dari kenyamanan. 
Jalanan tanah merah, bisa dibayangkan bila musim penghujan. Tapi memang kebanyakan jalanan kampung disini seperti ini, tidak seperti didaerah jogja atau jawa tengah dan sekitarnya. Jalanan kampung saja tak ada yang tidak beraspal, kalaupun ada mungkin prosentasenya kecil. Tapi disini sepertinya kebalikannya, jalanan kota saja berlubang apalagi kampung, rasanya masuk akal kalau dipikir. Padahal kota ini terkenal dengan kawasan industrinya, dan  pajak yang masuk ke pemerintah setempat pastinya subur.Atau tak ada pajakkah atau apalah namanya?

Pertama, setelah mengobrol dengan salah seorang ibu yang tinggal didaerah tersebut ternyata konsumsi air didapat dari sumur tadah hujan. Apakah air minum juga?
Aku mengerti ini saat aku hendak membasuh tanganku setelah makan. Mungkin kalau daerah tersebut jauh dari pusat kota dan masih termasuk daerah terpencil aku bisa sangat maklum, tapi ini masih dalam jangkauan pusat kota.

Sumur tadah hujan...

Aku yang mengerti sedikit tentang kesehatan lantas berpikir, apa yang menjadi masalah sebenarnya. Dan sepertinya tamparan manis melihat realita seperti ini. Apakah memang masyarakat disini yang tidak mengerti dan tidak bisa diberi pengertian?Ataukah memang tak ada yang memberi pengertian?
Ini hanya asumsi saja. Karena saat musim penghujan seperti ini air sumur masih berlimpah. Sedangkan saat musim kemarau mereka harus membeli air dengan harga 15 ribu untuk dua buah dirigen. Tak ada PAM masuk!!!menurut pengakuan si ibu. Apakah mungkin karena akses sulit, hingga PDAM kesulitan membuat pipa hingga daerah tersebut, tapi air yang dikelola PDAM juga tak lebih baik malahan seringkali air yang diterima butek seperti comberan. Tapi itulah realita

Aku sempat melihat sumur tadah hujan tersebut, ada sekitar 3 buah sumur seperti itu di kebun yang aku datangi. Dan sepertinya mereka terbiasa dengan kondisi tersebut, atau mungkin tak ada pilihan lainnya? Sepertinya tak ada pilihan lain dan terpaksa menerimanya.

Mungkin jika saat aku PTT dahulu dan daerahku misalnya tertinggal, hal tersebut  bukanlah hal yang aneh untuk diriku. Tapi ini berbeda kondisinya, atau aku yang tak tahu? Bisa dibayangkan kalau harus membuat sumur tanah dengan pompa mungkin butuh biaya yang lumayan jadi mereka membuat yang mudah saja. Alasan yang jelas aku tak tahu, jawaban yang sangat mudah juga adalah tidak tahu.

Dan akhirnya aku tidak tahu harus bersikap apa dengan kondisi tersebut?

No comments:

Post a Comment