Sunday 11 March 2012

Wanita...

Wanita pekerja merangkap ibu rumah tangga.Hal ini yang banyak terjadi pada situasi dan kondisi sekarang.Kalau ditanya satu persatu semua ibu dan wanita pada umumnya,mungkin ada bermacam macam pendapat.Semua tergantung sudut pandang masing masing wanitanya.Terlepas dari itu semua,aku hanya mencoba melihat yang terjadi dilingkungan kerjaku dan sekitarku saja.

Kebetulan karena lingkungan kerjaku yang satu tempat denganku semuanya wanita,jadi otomatis mereka semua adalah wanita pekerja sekaligus ibu rumah tangga.Dan apa yang terjadi pada mereka bisa menjadi tolak ukur pembelajaranku nantinya ketika tiba saatnya aku menjadi seperti mereka juga atau mungkin hanya seorang ibu rumah tangga biasa.Tak ada yang tahu pasti bukan.

Tapi yang menjadi bahan pemikiranku saat ini adalah keberadaan ibu ibu pekerja sekaligus ibu rumah tangga menjadi sebuah fenomena biasa untuk kondisi saat ini.Istilahnya menjadi trend senterlah,karena bukan hal yang aneh untuk seorang wanita bekerja diluar rumah dan sekaligus tetap mengurus rumah tangga yang katanya adalah kodrat seorang ibu.Banyak kejadian yang menarik dari pengalaman teman teman kerjaku sendiri.Dan hal tersebut menjadi sebuah tantangan untuk wanita jaman sekarang,karena secara otomatis tugas kami sebagai wanita menjadi bertambah.Tapi hal tersebut bukanlah sebuah kendala buat teman temanku pada umumnya,walau pada kenyataannya banyak hal yang terjadi menyertai kehidupan mereka.

Ketika aku tanya pada mereka,kenapa memilih tetap bekerja walau ada saat saat tertentu terbentur dengan kendala yang membantu mereka mengurus pekerjaan rumah tangga terkadang tidak ada.Sehingga mereka kerepotan dengan hal tersebut,tapi toh mereka tetap memilih bekerja.Dan tahu apa jawaban mereka ketika aku mencoba menanyakannya,”gak kebayang aja kalau seharian dirumah terus,kalau cuma sehari dua hari sih mungkin bisa tahan,Cuma nantinya gimana?”.

“Maksudnya gimana sih?,”aku mencoba memperjelas jawaban mereka.

“Bayangin aja,kalau sekarang biar kita pusing gak punya pembantu atau masalah apapun terjadi dirumah,kalau udah sampe tempat kerjaan bisa hilang tuh stres,”seperti itulah jawaban mereka.

“Emang kalau dirumah terus kenapa?,”tanyaku kemudian.

“Yah...kepikiran aja malah jadi tambah stres kalau pas ada masalah,kalau ditempat kerja bisa curhat ada teman bicara jadi gak fokus sama masalah,jadi kalau pas pulang gak selalu bikin emosi,”lanjut cerita salah satu teman kerjaku.

“Oh...gitu yah,”aku mencoba berusaha mengerti.

“Nanti juga kamu ngerasain kok kalau rumah tangga kayak gimana,”lanjut temanku.

“Apalagi kalau kita terbiasa mempunyai uang dari hasil keringat sendiri,kayaknya kalau harus murni uang suami jadi gimana gitu,”lanjut mereka.

“Lah,emang kenapa dengan suami kan udah jadi tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga buat nafkahin kita dan keluarga?”aku mencoba memancing jawaban temanku tadi.

“Yah,pokoknya beda ajalah,kalau uang kita sendiri kan lebih bebas kalau mau makenya,”lanjut temanku.

Aku hanya tersenyum mendengarnya.

Mungkin maksud temanku adalah masalah tanggung jawab seorang istri dan ibu ketika mereka harus mengelola keuangan keluarganya.Maksudnya ketika ada keinginan yang mungkin berasal dari dirinya sendiri dan bukan demi kepentingan keluarga inti pada umumnya,mereka bisa lebih mudah menggunakannya.Tapi aku paham perkataan mereka,karena pada umumnya wanita adalah mahkluk yang spontan.Tapi intinya kalau menurutku adalah masalah “komunikasi”.

Sepertinya memang wanita lebih menggunakan perasaan dalam bertindak dan berpikir,ketika ada sesuatu terjadi kami memang jadi lebih sensitif dan hal tersebut yang mungkin kurang dimengerti oleh pasangan mereka.Sehingga ketika terjadi masalah mereka butuh didengarkan atau sekedar mengeluarkan apa yang mereka rasakan saat itu,dan hal itu mungkin bisa dimengerti oleh sesama wanita,seperti juga sebaliknya yang terjadi pada pihak pria mereka akan lebih mudah dimengerti oleh sesama pria.Sebuah hal yang manusiawi bukan?

Bukan berarti ibu rumah tangga murni tak punya teman atau tak bisa bercerita dengan wanita yang lainnya.

Ini mungkin masalah “eksistensi” wanita,karena mereka juga mau keberadaannya diakui oleh kaum pria terlebih suami.Jadi inget kata kata ibuku waktu kita ngobrol santai,ibuku pernah menasehatiku begini,”pokoknya kalau nanti kamu menikah kalau bisa kamu tetap bekerja.”

“Emang kenapa gitu mah?”,tanyaku ingin tahu.

“Pengalaman mamah sih wanita kalau kerja lebih bisa dihargai oleh suaminya,apalagi kalau perempuan itu tetap bisa menjaga tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri,kayak mamah gitu,”sambil tersenyum sedikit pamer ibuku bercerita.

“Tapi gak semua suami kayak bapak kan mah,bisa ngertiin istrinya,”sahutku mencoba menyanggah.

“Pokoknya pesan mamah sih kalau kamu rumah tangga kalau bisa tetap kerja,kan malah bisa membantu ekonomi keluarga,sekarang apa apa udah mahal, apalagi nanti kalau anak anak kamu udah masuk sekolah butuh biaya banyak,belum tentu suami kamu nanti orang kaya,tapi kalau kaya juga kerja ajalah,mamah gak mau nanti kamu dianggap cuma menadah tangan”lanjut ibuku.

Aku jadi tertawa mendengarnya,soalnya pembicaraan kami jadi lebih serius,tapi ada benarnya juga ibuku ini,mungkin kalau pilihan bekerja karena realitas hidup dan sebuah eksistensi bisa dipahami.

Toh,pengalaman ibuku terbukti nyata bisa mendidik kami hingga kami seperti sekarang dengan tetap bekerja hingga sekarang.Walau pastinya banyak kendala yang dihadapi dan berbagai masalah yang terjadi diantaranya,tapi bukankah semua butuh perjuangan,kerja keras dan mungkin harus sedikit lelah.Tapi dengan sebuah kerja sama semuanya bisa indah pada akhirnya,seperti ibuku dan ayahku mereka membuktikan sebuah kerjasama dan pengertian dan membuahkan hasil yang baik.Terlepas dari apa yang mungkin terjadi diantaranya.

Ditambah lagi cerita teman kerjaku yang kehidupan keluarganya bermasalah karena suaminya menikah lagi dengan wanita lain dan meninggalkan mereka tanpa tanggung jawab pernah berkata,”untungnya saya masih kerja sampai sekarang jadi anak anak masih bisa saya urus sendiri tanpa bapaknya juga,gak kebayang kalau dulu saya berhenti bekerja”

Tapi itulah kehidupan dengan segala warna yang menyertai,toh ada banyak wanita yang mempunyai cerita dan pilihan lainnya dengan menjadi ibu rumah tangga murni.Dan mereka juga bukan berarti tidak dipandang,toh menjadi ibu rumah tangga murni atau tetap bekerja adalah masalah pilihan.

Asal paham dengan apa yang menjadi pilihannya tak ada yang lebih baik atau tidak.Semua masalah sudut pandang saja,karena kenyataannya dengan tetap bekerja ada resiko yang membuat kita wanita menjadi ekstra lelah atau berpikir lebih.Tapi menjadi ibu rumah tangga murni juga mempunyai seni tersendiri dan sama artinya,karena esensi sebenarnya wanita berumah tangga adalah sebuah tanggung jawab seorang ibu sekaligus istri.Terlepas mereka bekerja atau tidak.

Semuanya kembali kepada masing masing wanitanya.Tapi mungkin tantangan yang bekerja lebih banyak dan menuntut para wanita menjadi lebih kreatif terutama dalam berpikir,itu pendapatku bila melihat pengalaman teman temanku.

Yang paling penting adalah menjadikan sebuah keluarga bisa saling merasakan keindahan sebuah harmonisasi dan kerjasama,dan wanita berperan penting didalamnya,sehingga menjadikan sebuah “surga kehidupan”dalam keluarga .

No comments:

Post a Comment