Wednesday 2 January 2013

Cerita Tanpa Judul...

Pagi ini mentari hati tak terlihat menampakkan keanggunannya. Tak tahu apa yang terjadi padanya hari ini? Setiap pancaran kehangatannya kami rasakan  begitu menyentuh kedalam ujung kulit kami yang memang gelap terlihat. Terkadang ego pikiran sering berkata, “ tak mau kah mentari berbagi tugasnya pada yang lain kalau memang ia lelah, toh kamipun bisa melakukan apa yang ia lakukan!”. Kami merasa dirugikan kalau satu hari kami tidak merasakan sinar yang seharusnya ia pancarkan pada kehidupan ini. Kaki melangkah terus seiring sinar yang masih belum bisa terpancar sampai kedalam perut bumi. Terus dan terus langkah kehidupan ini terpaksa dilakukan menyusuri jalanan setapak yang menjadi tidak jelas karena sinar itu tidak ada.

”Benar –benar merepotkan,” gerutu hati kecil! Langkah kaki kehidupan ini begitu terasa melelahkan juga ternyata tanpa sinar sang mentari.
”Kemana gerangan ia hari ini?”ego pikiran kembali berkata. Akhirnya langkah kehidupan ini berhenti sejenak karena sahabat kecilku lelah melihat jalanan kehidupan yang tampak remang dihadapannya. ”Beristirahat sejenak mungkin akan meringankan tugas indera mata,”kata indera mulut.”
Aku tak bisa melihat dengan baik dimana tempat bokong dan kaki bisa menyangga punggung dengan nyaman,bisik indera mata pada ego pikiran.

” Hmm….,”ego hanya terdengar seperti mengumam daripada berpikir. Akhirnya kakek kayu jati  yang menjadi sandaran punggung dan hamparan  hijau nona rumput yang masih terasa basah terselubung titik-titik air yang mengalasi bokong untuk berbagi kelelahan dengan sang bumi.
” Hai,sahabat…,”terdengar suara kakek yang bijak sepertinya. Dengan anggunnya kepala menoleh kearah sumber bunyi   tersebut. ”Apa gerangan yang tampaknya begitu merisaukan engkau sahabat,”tanya kakek dengan begitu lembutnya. Sesaat tak ada kata yang terucap dari indera mulut atas pertanyaan tersebut. Dibiarkannya suara itu melintas bersama desiran lembut angin yang menyertainya. Diam dan hanya sebuah kebisuan yang mungkin kakek kayu jati bisa dapatkan dari pertanyaan itu. Kakek itu hanya menampakkan senyuman tuanya melihat hal itu, tak sedikitpun tampak raut kekecewaan atas sikap indera mulut. Ah..,sungguh cermin kebijakan yang bisa terlihat dari gerak geriknya itu.

Kembali anak angin berhembus melewati indera mulut dan hanya diam yang bisa terdengar! Ego pikiran mencoba ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh indera mulut,karena memang tidak seperti biasanya ia seperti ini. Mencoba semakin ingin tahu apa yang terjadi adalah ciri khas Ego! Terus dan terus berpikir,sampai akhirnya indera mulut mengucapkan sesuatu, sepertinya gumaman yang bisa terdengar oleh daun telinga.”Hmm……,”memang sebuah gumaman daripada kata-kata. ”Coba kakek pikir apa yang beda dengan hari ini?”lanjut indera mulut . Kakek kayu jati tua tidak segera menjawabnya,ia hanya menggoyang sebagian tubuhnya kekanan dan kekiri mengikuti keinginan anak angin yang sedikit nakal. Dan akhirnya kakekpun mencubit pipi anak angin dengan sedikit keras, sehingga anak angin menangis dan menjadi tidak terarah meghembus desirannya. Kakek mencoba merayu anak angin  yang suaranya semakin membuat sang kehidupan bingung. ”Cup,cup,cup……,” kata sang kakek terdengar sedikit tertawa daripada merayu sambil melakukan gerakan, akhirnya anak angin perlahan tapi pasti mulai tenang.

Kakek kayu jati berpaling pada indera mulut yang tadi berkata sambil sedikit menopang dagunya seperti berpikir mungkin? Ego pikiran kembali berpikir, mencoba tahu apa yang sedang dipikirkan kakek tua itu . Kakek kayu jati terus bergerak dan sedikit-sedikit menggaruk rambutnya yang entahlah memang gatal atau tidak. ”Ayolah kakek,masak seorang bijak seperti engkau tak tahu apa yang beda pada hari ini,” rengek indera mulut tak sabar melihat sang kakek hanya terlihat menggerak-gerakkan badannya.

Dan anak angin pun kembali melewati mereka dan terasa kesejukan bersamanya. Yah walaupun ia yang termuda diantara mereka tapi aura kesejukan selalu menyertainya apapun keadaan sang kehidupan. Ego pikiran berkata,”aku tahu apa yang hendak kakek lakukan.” Perkataannya tadi membuat semua terkaget-kaget,seperti biasa ia memang selalu merasa paling tahu akan segalanya melebihi sang kehidupan dan kakek kayu jati sekalipun.”Baiklah apa yang kau tahu?,” sahut kakek kayu jati dengan tenangnya sambil terus menggerakkan tubuh rentanya.”Emmm…..,”ego tertahan sebentar saat akan melanjutkan jawabannya. 
Indera mulutpun akhirnya tak sabar menunggu jawaban ego pikiran. ”Kalau kau memang tahu apa yang hendak kakek lakukan cepat katakan ego,” dengan sedikit nada tinggi indera mulut berkata. Sang kehidupan seperti biasa hanya terdiam dan melihat. Ego pikiran dengan pakaian keangkuhannya mencoba menunjukkan pada indera mulut tentang pengetahuannya. ”Aku tahu,aku benar-benar tahu kok,” bantah ego pikiran, seakan ia ingin indera mulut yakin padanya. Indera mulut semakin tak sabar pada apa yang akan Ego lakukan, ia melirik pada daun telinga agar mendengar dengan seksama apa yang nantinya Ego katakan sampai hati kecilpun mencoba ia libatkan.

“Cepatlah katakan kalau memang engkau benar-benar tahu ego, sehingga aku tak perlu menunggu jawaban kakek,” perintah indera mulut pada ego.
Ego yang telah memakai pakaian keangkuhannya semakin merasa jengah pada apa yang saudaranya lakukan. Kakek kayu jati tua hanya tersenyum melihat apa yang terjadi diantara mereka, ya ia hanya tersenyum ditemani sang kehidupan yang lebih banyak diam tanpa ekspresi apapun dari wajahnya! 
Hanya anak angin yang terus bergerak bebas diantara mereka semua melakukan apa yang ia mau lakukan tanpa takut apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia hendak berlari atau hanya melangkah tak ada seorangpun yang berani protes padanya walaupun ia hanya seorang anak kecil,sampai sang kehidupan pun tak pernah menghukumnya atas apa yang ia lakukan. Begitu percayanya sang kehidupan padanya karena memang ia anak kecil yang sangat dapat diandalkan. Ia bisa memberikan kesejukan saat kehidupan membutuhkannya dan dengan sekejap pun ia bisa membuat sang kehidupan menujukkan kekuasaannya pada saat keadaan meremehkan kebaikan hatinya.

”Kakek pasti tidak akan menjawab pertanyaan bodohmu mulut,” dengan yakinnya ego pikiran mengeluarkan sebuah jawaban. Indera mulutpun dengan sedikit jengkel bertanya,”bagaimana mungkin engkau sungguh yakin kalau kakek akan melakukan hal itu?”.”Aku tahu pasti apa yang akan kakek lakukan karena itu kelebihanku,”sahut ego dengan keyakinannya. ”Tak percaya,tanyakan lagi saja pada kakek kayu jati,”lanjutnya dengan lebih meyakinkan. Indera mulut sesaat terdiam dan anak angin terus saja bergerak bebas diantara mereka seakan tidak peduli apa yang tengah terjadi. ”Kakek,benarkah engkau tidak akan menjawab pertanyaanku,”tanya indera mulut dengan sedikit keraguan. Kakek kayu jati memang terdiam tak menjawab,dan ego pikiran terlihat menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan menunjukkan bahwa ia memang tahu segalanya!Kakekpun tetap diam seakan membenarkan apa yang ego katakan dan membuat indera mulut tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Diam dan memang diam sang kakek terlihat ,tanpa sedikitpun menggerakkan badannya seperti biasanya.

Pakaian keangkuhan egopun berganti menjadi pakaian kekuasaan laksana raja segala raja.
Tiba-tiba kakek menggerakkan badannya dan membuat daun telinga sedikit kaget karena biasanya kakek bergerak bila ia akan berkata-kata.”Kakek bergerak..”serunya membuat yang lainnya pun terperanjat melihat gerakan kakek.”Satu,dua,tiga,….” ego mencoba menghitung. Sampai hitungan kesepuluhpun kakek hanya menggerakkan badannya terus dan terus. 
Ketika semua menunggu apa yang akan kakek lakukan, tiba-tiba sang kehidupan mengeluarkan sebuah suara yang tak pernah didengar oleh semuanya sejak dahulu mungkin hanya kakek kayu jati tua saja yang tahu kata-kata dari sang kehidupan. Daun telinga begitu perhatiannya seakan tak mau sedikitpun melewatkan keadaan yang sangat-sangat jarang terjadi ini. Sang kehidupan berkata,”aku, aku yang membuat sang mentari tertidur karena saatnya ia tidur panjang, Dan kemudian tubuh kakek kayu jati tiba-tiba memeluk sang bumi sambil tersenyum pada sang kehidupan dan melambai pada yang lainnya. Ego pikiran mencoba kembali mencari tahu apa yang terjadi tapi kali ini ia diam dan diam.

                                                                                              ( J uli,2006...    11.30 )




No comments:

Post a Comment